Belajar Sehat Sejak Sekolah: Dari Herbal Nusantara hingga Cerdas Memilah Informasi

Di tengah derasnya arus informasi kesehatan di ruang digital, remaja kian dituntut mampu mengenali mana pengetahuan yang benar-benar menyehatkan dan mana yang sekadar menumpang viral.

Di tengah arus informasi kesehatan yang kian deras di ruang digital, remaja menjadi kelompok yang rentan sekaligus strategis. Mereka tumbuh sebagai generasi yang akrab dengan gawai, media sosial, dan kecerdasan buatan, tetapi belum tentu memiliki bekal literasi kesehatan yang memadai. Di sinilah irisan antara pengetahuan, kebiasaan, dan pilihan hidup sehat diuji.

Upaya memperkuat literasi tersebut salah satunya dilakukan melalui program edukasi kesehatan yang digelar PT Bintang Toedjoe lewat Komix Herbal Goes to School. Sepanjang November hingga Desember 2025, program ini menyambangi pelajar SMA dan SMK di berbagai kota, mulai dari Banjarmasin, Jambi, Padang, hingga Mataram.

Program ini mengusung tema pengenalan herbal sebagai bagian dari gaya hidup sehat yang relevan dengan generasi muda. Remaja diperkenalkan pada kekayaan tanaman obat Indonesia, sekaligus pada konsep swamedikasi yang bertanggung jawab, yakni pengobatan mandiri untuk keluhan ringan dengan pemahaman yang benar, bukan sekadar coba-coba atau ikut tren.

Komix Herbal Goes to School di Bengkulu (Foto: Dok. Komix Herbal)

Menurut Zaini Ahsan Prahendra dari PT Bintang Toedjoe, edukasi kesehatan sejak usia sekolah penting untuk membentuk kebiasaan jangka panjang. Remaja, kata dia, perlu memahami bukan hanya manfaat bahan alam, tetapi juga cara memilih produk yang aman serta kapan harus mencari pertolongan medis. Pendekatan ini diharapkan membentuk generasi yang lebih kritis dalam mengambil keputusan kesehatan.

Dalam praktiknya, program ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), tenaga kesehatan, hingga praktisi media. Para peserta diajak memahami prinsip dasar pengelolaan obat melalui panduan DAGUSIBU, bagaimana mendapatkan, menggunakan, menyimpan, dan membuang obat dengan benar, serta mengenali keamanan produk lewat metode CEK KLIK dari BPOM.

Dokter Muhammad Nafi’ Rizqi A, yang juga dikenal sebagai kreator konten kesehatan, menekankan bahwa swamedikasi dapat menjadi langkah awal penanganan keluhan ringan jika dilakukan secara tepat. Selain membantu individu lebih mandiri, praktik ini juga berpotensi mengurangi beban fasilitas kesehatan, terutama di wilayah dengan akses layanan terbatas. Namun, syaratnya satu: pengetahuan yang cukup dan sikap bertanggung jawab.

Isu lain yang tak kalah penting dalam program ini adalah literasi digital. Remaja hidup di tengah ekosistem media sosial yang sarat informasi, tetapi juga rawan misinformasi, terutama terkait kesehatan. Tanpa kemampuan memeriksa sumber dan memahami konteks, informasi yang salah bisa menyebar cepat dan berdampak luas.

Karena itu, edukasi kesehatan dalam program ini tidak berdiri sendiri. Ia berjalan beriringan dengan pembelajaran tentang cara memilah informasi, mengenali hoaks, dan menggunakan media sosial secara etis. Harapannya, kesehatan tidak hanya dipahami sebagai kondisi fisik, tetapi juga sebagai kemampuan menjaga diri di ruang digital.

Sejak pertama kali digelar pada akhir 2024, Komix Herbal Goes to School dirancang sebagai program jangka panjang hingga 2026. Dengan melibatkan siswa secara langsung dan memberi ruang dialog bersama para ahli, program ini diharapkan mampu menumbuhkan peran remaja sebagai agen perubahan, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya.

Dalam lanskap kesehatan masyarakat yang terus berubah, pendekatan edukatif semacam ini menunjukkan bahwa membangun generasi sehat tak cukup hanya dengan produk atau kampanye sesaat. Ia membutuhkan pemahaman, kebiasaan, dan literasi yang ditanamkan sejak dini, baik di dunia nyata maupun di ruang digital.