Dari Pesawat Hingga Kapal Laut, Transportasi Mana yang Paling Aman dari Penularan Covid-19?

transportasi covid 19

Sejak awal terjadi pandemi, pemerintah sudah berupaya mencegah penyebaran virus, salah satunya dengan membatasi transportasi. Kini, berbagai moda transportasi umum sudah beradaptasi dengan protokol kesehatan masing-masing. Penumpang bisa saja punya hasil negatif dari tes swab yang dilakukan sebelum masuk ke dalam transportasi yang digunakan. Tapi apakah moda transportasinya aman dari penularan virus Covid-19?

Banyak yang meyakini bahwa beda transport, beda juga tingkat risiko penularan virusnya. Tapi menurut dr. Robert Sinto, SpPD. K-PTI dari Rumah Sakit St. Carolus Jakarta, sampai saat ini belum ada angka resmi yang menyebutkan orang terpapar virus Covid-19 karena naik moda transportasi tertentu.

“Saat ini juga belum ada penelitian yang membanding-bandingkan risiko penularan virus di transportasi umum,” jelas dr. Robert saat berbincang dengan Goodlife.

dr. Robert Sinto, SpPD. K-PTI (Foto: RS St. Carolus Jakarta)

Indikator untuk Menilai Keamanan Transportasi

Lalu, untuk melihat transportasi umum mana yang sebaiknya dipilih untuk mengurangi risiko penularan virus Covid-19, dr. Robert menyarankan untuk melihat melalui indikator-indikator berikut:

Faktor lingkungan

Setiap transportasi memiliki peraturan untuk menerapkan protokol kesehatan. Masalahnya, tidak semua moda transportasi konsisten menerapkannya. Menggunakan faktor lingkungan sebagai indikator memungkinkan kita untuk melihat dan membandingkan moda transportasi mana yang menerapkan protokol kesehatan paling baik.

Faktor jarak kontak

Dengan menggunakan indikator ini kita bisa memperkirakan tingkat keamanan transportasi melalui bagaimana moda transportasi tersebut mengatur jarak antar penumpangnya, seperti pesawat terbang yang mengatur kursi penumpang untuk tidak duduk bersebelahan secara langsung.

Faktor ruang kontak

Indikator ini mempertimbangkan kondisi ruangan dalam transportasi yang mempengaruhi penyebaran virus, seperti luas ruangan, sirkulasi udara, ruang tertutup dan ruang terbuka.

Faktor pembersihan

Di masa pandemi, moda transportasi memiliki protokol kesehatan yang salah satunya adalah melakukan pembersihan secara berkala. Namun pada kenyataannya, mungkin tidak semua transportasi secara konsisten melakukan hal ini. 

“Pesawat terbang misalnya, dibersihkan secara berkala dengan standar yang ketat. Setelah penumpang turun langsung dibersihkan. Mungkin di transportasi lainnya tidak seperti ini,” terang dr. Robert.

Jadi, bila harus memutuskan moda transportasi mana yang paling baik dan paling sedikit risiko penularan virusnya, keempat indikator di atas bisa jadi pertimbangan.

Untuk memutuskan harus dilihat case by case. Memilih moda transportasi pada akhirnya harus menilai sendiri mana yang menurut kita paling aman sesuai dengan indikator tersebut,.

dr. Robert Sinto, SpPD. K-PTI
Kabin pesawat terbang dengan pengaturan jarak penumpang, namun ruang kontak tertutup. (Foto: Pixabay)

Mempertimbangkan Kondisi Transportasi

Menentukan transportasi mana yang paling aman, menurut dr. Robert akan sulit dilakukan karena banyak faktor yang mempengaruhinya. 

  • Pesawat terbang

Secara prosedur, bisa dibilang bahwa pesawat terbang memiliki protokol kesehatan yang dijalankan sangat ketat dan konsisten. Mulai dari penumpang yang wajib melakukan tes swab antigen atau PCR, pengecekan suhu badan di bandara, hingga pengaturan jarak kursi antar penumpang dan kewajiban bermasker selama penerbangan berlangsung. 

Namun dr. Robert juga mempertimbangkan fakta lain di lapangan, contohnya kini terdapat surat swab antigen palsu. “Ini artinya penumpang yang mungkin positif kena virus juga bisa masuk ke dalam kabin,” terang dr. Robert.

Selanjutnya, dr. Robert juga mencontohkan pesawat terbang yang punya ruang kabin tertutup. “Ini akan menjadi tempat inkubasi untuk virus dan risiko penularan yang lebih tinggi dibanding naik transportasi dengan jendela yang bisa dibuka,” terang dr. Robert. 

  • Kereta api

Protokol kesehatan yang sama juga diterapkan pada kereta api. Namun harus tetap dipertimbangkan bahwa kereta api memiliki waktu tempuh yang lebih lama dari pesawat terbang. Ini artinya, penumpang akan berada lebih lama di ruang kontak dan memiliki risiko terpapar virus yang lebih besar. 

  • Kapal laut

Dibanding moda transportasi lainnya, kapal laut memiliki ruang terbuka yang lebih luas. Di satu sisi memang ini menguntungkan karena ruang tertutup lebih rentan terhadap penularan virus. Tapi, kapal laut juga memiliki waktu yang lama dalam perjalanannya. Belum lagi masalah pengaturan jaga jarak antar penumpangnya yang belum tentu seketat pesawat terbang.

Penumpang kapal laut yang ada di kelas ekonomi, misalnya, menempati kamar yang serupa barak, yaitu dengan tempat tidur bertingkat yang berjejer. “Apakah begitu penumpang turun lalu ada proses pembersihan menyeluruh? Apakah ada pengaturan jaga jarak? Ini harus jadi pertimbangan,” terang dr. Robert.

  • Bus

Menggunakan bus bisa menjadi alternatif dalam memilih transportasi, mengingat beberapa bus menggunakan jendela yang bisa dibuka. “Kalau pesawat ruangannya tertutup, bus ada yang jendelanya bisa dibuka. Jadi sirkulasi udara dan sinar matahari bisa masuk,” terang dr. Robert.

Namun, kembali lagi, apakah bus juga menerapkan protokol kesehatan yang dijalankan dengan baik? Salah satu risiko terpapar virus dari menggunakan bus menurut dr. Robert adalah pemeriksaan tiket yang dilakukan secara berkala. “Kalau setiap di terminal ada pengecekan tiket maka ini bisa jadi risiko penularan karena tiket akan dipegang oleh orang lain,” terang dr. Robert.

Beberapa bus menggunakan jendela yang bisa dibuka agar sirkulasi berjalan lancar. (Foto: Pixabay)
  • Mobil pribadi

Dari semua pertimbangan, alternatif transportasi yang paling dianjurkan adalah mobil pribadi, karena kendaraan yang dimiliki sendiri juga akan digunakan oleh keluarga sendiri. “Kalau keluarga sendiri kita sudah tahu riwayat kesehatannya. Mobil yang digunakan juga bisa dicuci sendiri,” terang dr. Robert.

  • Mobil travel atau layanan mobil online

Menggunakan mobil pribadi memang relatif lebih aman. Tapi, menurut dr. Robert perlu diperjelas bahwa mobil pribadi yang dimaksud bukanlah mobil travel yang difungsikan untuk membawa penumpang secara bebas atau mobil pribadi yang digunakan sebagai transportasi umum.

Di sini, dr. Robert mencontohkan layanan mobil online yang secara prosedur sudah menjalankan protokol kesehatan secara baik, namun tetap ada faktor risiko penyebaran virus. “Biasanya mobil online ini pakai sekat yang memisahkan sopir dan penumpang. Tapi yang tak bisa kita kendalikan adalah kontak dengan penumpang sebelumnya,” terang dr. Robert. Menurutnya, bisa saja penumpang sebelum kita ada yang terpapar virus dan tak sengaja menularkannya melalui droplet di kursi penumpang.

  • Ojek

Naik ojek bisa dibilang cukup aman karena ruang terbuka yang dimilikinya. Tapi dr. Robert juga menyarankan untuk menggunakan helm sendiri karena helm yang tersedia sudah digunakan oleh banyak penumpang lainnya dan bukan tak mungkin bisa menjadi media penularan virus.

Tetap Ikuti Protokol Kesehatan

Ada banyak pertimbangan untuk memilih moda transportasi yang paling baik di masa pandemi. Namun menurut dr. Robert pada dasarnya kita juga harus tetap menjalankan prosedur 5M (Memakai masker, Menjaga jarak, Mencuci tangan, Menjauhi kerumunan dan Mengurangi mobilitas).

Selain itu ada beberapa hal yang menjadi perhatian dr. Robert dalam menjalankan protokol ini. Soal berapa kali sebaiknya menggunakan hand sanitizer, misalnya. Menurut dr. Robert penggunaan hand sanitizer sebaiknya berkaitan dengan kebiasaan seseorang.

“Intinya pakai hand sanitizer itu sebelum memegang bagian tubuh kita,” terang dr. Robert. “Jadi kalau dibilang pakai hand sanitizer harus 1 jam sekali tapi orangnya setiap 5 menit pegang macam-macam, maka sesering itu juga harus pakai hand sanitizer,” tegasnya. 

Selebihnya, dr. Robert juga menyoroti soal memakai masker di transportasi dengan sirkulasi tertutup. Menurutnya, mengganti masker tidak dianjurkan ketika berada di dalam transportasi, karena melepas masker berarti mengundang risiko untuk terpapar virus. “Tak perlu sering ganti masker. Masker diganti hanya kalau basah saja,” terang dr. Robert.