Disadari atau tidak, diet culture bisa memberi dampak buruk bagi kesehatan fisik dan mental. Salah satunya, memicu perkembangan gangguan makan atau merasa tidak berharga karena bentuk tubuh.
Diet culture atau budaya diet adalah keyakinan yang sudah meresap di masyarakat bahwa penampilan dan bentuk tubuh yang ramping atau kurus lebih penting daripada kesehatan fisik, psikologis, dan kesejahteraan. sederhananya, tubuh yang sehat harus ramping atau kurus.
Parahnya lagi, diet culture ini seperti sudah mendarah daging dan tertanam dalam diri kita semua sejak kita kecil, di mana kita mengukur kesehatan melalui berat badan atau jenis makanan yang dikonsumsi.
Dengan kata lain, kita secara otomatis menetapkan status kesehatan yang buruk kepada orang dengan berat badan berlebih karena dianggap malas atau makanannya tidak sehat. Secara sadar atau tidak, kita juga menilai bahwa makanan tertentu itu baik, sedangkan jenis makanan lainnya buruk.
Dampak Buruk Diet Culture
Keyakinan akan diet culture ini tentu saja tidak benar, namun sayangnya telah membentuk cara berpikir kita tentang makanan, kesehatan, dan tubuh. Konsep pemikiran ini membuat kita memuja bentuk tubuh yang langsing, terobsesi menurunkan berat badan sebagai cara untuk meningkatkan status sosial.
Tentu saja budaya diet ini memiliki dampak buruk, baik secara fisik maupun psikis, seperti:
– Kurang nutrisi karena kerap menghindari makanan padat nutrisi demi makanan rendah kalori atau membatasi asupan makanan sehingga tubuh tidak mendapatkan jumlah nutrisi yang tepat untuk fungsi organ tubuh optimal. Diet secara brutal ini tidak didasarkan pada panduan ahli nutrisi sehingga akhirnya mengalami kekurangan nutrisi.
– Mengalami gangguan makan karena terlalu terobsesi pada apa yang diyakini orang sebagai pola makan sehat yang ‘benar’ sesuai anggapannya.
– Memandang diri rendah atau merasa tidak berharga karena bentuk tubuh yang dirasa tidak ideal sehingga bisa memicu stres dan kecemasan. Misalnya, merasa dirinya gemuk dan menganggap bahwa tubuh yang gemuk adalah hal buruk dan tidak berharga.
– Menganggap normal self-talk negatif tentang citra diri sendiri, yang pada akhirnya merasa minder dan menjauhi pergaulan sosial, atau merasa iri dengan bentuk tubuh orang lain.
– Merasa bersalah karena makan, yang kemudian dampak paling ekstrem mengalami gangguan makan seperti bulimia, anorexia, binge eating atau gangguan makan lainnya.
Tidak Diet Bukan Berarti Tidak Sehat
Di tengah budaya diet atau diet culture, kegemukan dipandang sebagai penanda kesehatan dan melakukan diet adalah solusinya.
Padahal, menurut para ahli gizi, hubungan antara berat badan dan kesehatan sangatlah kompleks. Banyak faktor yang bisa menentukan kesehatan seseorang.
Oleh karena itu, orang yang tidak melakukan diet, bukan berarti tidak sehat.
Menjadi gemuk pada dasarnya tidak sehat, sama seperti menjadi kurus tidak secara otomatis membuat seseorang memiliki kesehatan yang baik (contohnya, orang kurus juga banyak yang memiliki kadar kolesterol atau gula darah yang tinggi).
Dengan kata lain, hanya berfokus pada penurunan berat badan bukanlah solusi satu-satunya untuk menjadi sehat.
Untuk mengurangi risiko gangguan kesehatan, kamu juga perlu fokus pada perubahan perilaku seperti olahraga, makan sehat dengan gizi seimbang (bukan mengurangi porsi dengan ekstrem), dan sebagainya.
Dan yang terpenting, meskipun berat badan bisa menjadi informasi penting kesehatan, itu bukanlah ukuran pasti dari kesejahteraan hidup seseorang.
Bisa jadi, orang yang memiliki kelebihan berat badan, bisa tetap sehat secara fisik dan psikis. Seluruh waktu dan energi tidak habis untuk terobsesi dengan pilihan makanan, membatasi kalori, dan memikirkan pandangan orang lain tentang penampilan bentuk tubuh.
Kapan Harus Diet?
Kata ‘diet’ secara umum terlanjur dipercaya sebagai upaya menurunkan berat badan dengan cara mengurangi porsi makan dan membatasi jenis makanannya.
Padahal, menurut ahli, diet diartikan sebagai pola makan, yang cara dan jenis makanannya diatur. Tujuannya untuk menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan.
Nah, berikut ini tanda tubuhmu harus diet dengan mengubah pola makan yang lebih sehat.
– Insomnia atau kelelahan. Hal ini bisa menunjukkan bahwa kamu tidak mengonsumsi cukup kalori.
– Muncul jerawat. Mengonsumsi terlalu banyak makanan berlemak dan gula glikemik tinggi seperti roti, pasta, atau gorengan dikaitkan dengan peningkatan risiko jerawat.
– Malas bergerak dan selalu merasa lelah. Terlalu banyak mengonsumsi junk food, fast food, makanan olahan, dan tinggi lemak, cenderung membuat kamu selalu merasa lelah sepanjang waktu.
– Sembelit dan gangguan penceranaan lainnya. Kemungkinan penyebabnya adalah kamu kurang makan serat. Sebaiknya perbanyak makan sayur dan buah serta mengganti camilan dengan yang sehat seperti kacang-kacangan atau yogurt.
– Gampang sakit adalah cara tubuh memberi tahu bahwa kamu tidak mengonsumsi makanan padat nutrisi secara teratur sehingga tubuh kurang siap melawan virus dan bakteri yang masuk.
Diet culture memang sulit untuk dihindari tetapi sangat penting untuk mengetahui apa yang tubuh kamu butuhkan. Alih—alih membatasi makanan, lebih baik bijak mengatur pola makan yang sehat dan gizi seimbang.