Di tengah kebiasaan makan sambil menatap layar dan berpindah tugas, tubuh sering kali kehilangan kesempatan untuk mencerna makanan secara optimal dan mengenali rasa kenyang dengan tepat.
Di tengah ritme hidup yang serba cepat, makan sering kali menjadi aktivitas sekunder. Piring makan bersanding dengan layar ponsel, notifikasi bersahut-sahutan, dan rapat daring berlangsung sambil menyuap makanan. Tanpa disadari, kebiasaan makan sambil bermain gawai atau melakukan banyak hal sekaligus dapat memengaruhi cara tubuh mencerna makanan dan mengenali rasa kenyang.
Saat Fokus Terpecah, Tubuh Kehilangan Sinyal Alaminya
Proses makan bukan hanya soal memasukkan makanan ke dalam tubuh, tetapi juga melibatkan komunikasi kompleks antara otak dan sistem pencernaan. Ketika perhatian teralihkan oleh layar atau aktivitas lain, otak tidak sepenuhnya memproses sinyal lapar dan kenyang. Akibatnya, seseorang cenderung makan lebih cepat dan dalam porsi lebih besar tanpa benar-benar menyadarinya.
Penelitian menunjukkan bahwa makan sambil terdistraksi berkaitan dengan peningkatan asupan kalori dan penurunan kesadaran terhadap rasa makanan. Tubuh menjadi “tertinggal” dalam menerima sinyal bahwa kebutuhan energi sebenarnya sudah terpenuhi.
Dampak Langsung pada Sistem Pencernaan
Pencernaan optimal membutuhkan kondisi tubuh yang relatif tenang. Saat fokus terbagi dan pikiran berada dalam mode waspada akibat paparan informasi digital terus-menerus, sistem saraf simpatis lebih dominan. Kondisi ini dapat menghambat kerja lambung dan usus, memperlambat pengosongan lambung, serta meningkatkan risiko keluhan seperti kembung, nyeri ulu hati, dan rasa tidak nyaman setelah makan.

Mengunyah makanan secara terburu-buru, kebiasaan umum saat makan sambil bekerja atau scrolling, juga membuat proses pencernaan di tahap awal menjadi kurang efisien. Partikel makanan yang terlalu besar memaksa sistem pencernaan bekerja lebih keras di tahap berikutnya.
Rasa Kenyang yang Datang Terlambat
Tubuh membutuhkan waktu sekitar 15–20 menit untuk mengirimkan sinyal kenyang ke otak setelah mulai makan. Ketika makan dilakukan sambil menatap layar, jeda alami ini sering terlewatkan. Akibatnya, rasa kenyang baru terasa setelah makanan habis, bahkan kadang muncul sebagai rasa terlalu penuh.
Dalam jangka panjang, pola ini dapat memengaruhi regulasi berat badan dan hubungan seseorang dengan makanan, termasuk kecenderungan makan berlebih tanpa rasa puas yang seimbang.
Makan tanpa distraksi bukan berarti harus menjadi ritual yang rumit. Langkah sederhana seperti meletakkan ponsel, mematikan notifikasi selama waktu makan, dan duduk dengan postur yang nyaman sudah cukup membantu tubuh kembali mengenali sinyal alaminya.
Memperhatikan tekstur, aroma, dan rasa makanan membantu otak terlibat penuh dalam proses makan. Selain meningkatkan kepuasan, kebiasaan ini juga mendukung pencernaan yang lebih baik dan rasa kenyang yang lebih stabil.
Di era digital, sulit sepenuhnya lepas dari gawai. Namun, memberi jeda singkat dari layar saat makan dapat menjadi investasi sederhana bagi kesehatan pencernaan dan keseimbangan energi tubuh. Dengan makan secara lebih sadar, tubuh diberi ruang untuk bekerja sebagaimana mestinya, mencerna, menyerap nutrisi, dan memberi sinyal kenyang tepat waktu.
Makan bukan sekadar mengisi perut, tetapi juga kesempatan untuk mendengarkan kebutuhan tubuh di tengah hiruk pikuk aktivitas harian.


