Media sosial saat ini sudah menjadi bagian penting dalam hidup kita. Tak cuma buat mencari teman lama yang sudah lama terpisah atau teman baru, media sosial sekarang juga ampuh dijadikan alat berbisnis. Namun, saking dominannya peran media sosial dalam kehidupan, sampai-sampai timbul masalah baru yang cukup serius, yaitu kecanduan media sosial atau FoMO (Fear of Missing Out).
Fenomena ini membuat pengguna media sosial tanpa sadar rela mengerahkan hampir seluruh waktu dalam hidupnya hanya untuk sekadar terpaku di platform media sosial. Mulai dari bangun tidur, saat bekerja atau belajar hingga menjelang tidur. Bagi beberapa orang bahkan memantau layar media sosial bisa sampai mengorbankan waktu tidur di malam hari.
Lalu, apa itu FoMO? Sederhananya, FoMO adalah perasaan tidak nyaman dan cemas berlebihan bila melewatkan sesuatu dari media sosial. Rasa cemas akibat ketinggalan update ini juga ditambah dengan pikiran bahwa orang lain yang lebih mengikuti update kondisi terkini di media sosial adalah lebih baik dari kita dan orang lain yang terlihat kondisinya lebih happy dari kita adalah ancaman buat kita sehingga kita cenderung merasa kurang bahagia.
Dikutip dari time.com dalam laporannya tentang FoMO bahwa saat ini ¾ dari generasi muda mengaku mengalami fenomena seperti ini. Tentu saja ini bukan hal yang baik mengingat akibat dari FoMO ini cukup mengganggu karena berdampak negatif secara mental dan kita menjadi tak bisa lepas dari media sosial dalam aktivitas sepanjang hari.
Lalu, adakah cara untuk sembuh dari kecanduan dan kecemasan berlebihan ini? Langkah-langkah berikut ini bisa Sahabat Goodlife coba agar setidaknya bisa mengurangi kebiasaan untuk selalu menatap media sosial sepanjang hari.
Menerima kondisi sebenarnya
Sebagai awalnya, terimalah kondisi bahwa kita memang tak bisa selalu ada di semua situasi dan tahu segalanya. Kita tak bisa selalu menjadi yang pertama untuk semua hal. Tidak apa-apa bila kita tidak menjadi orang pertama yang berfoto di restoran yang sedang viral atau melewatkan update status selebriti idola kita. Dengan menerima kondisi bahwa kemampuan kita memang terbatas, ini akan membuat kita merasa lebih baik dan lepas dari beban untuk harus selalu tahu segalanya dan tampil terus secara online.
Perhatikan sekeliling
Saking sibuknya kita dengan media sosial, kadang kita lupa dengan hal-hal penting di sekitar kita. Teman yang mengajak bicara, anak yang mengajak main, istri atau suami yang ingin mengobrol atau seorang sahabat lama yang kebetulan berjalan melintas di depan kita. Dengan kecanduan kita menatap layar gawai, tentu saja semua itu akan terlewat begitu saja.
Hentikan sejenak perhatian pada media sosial dan alihkan perhatian pada sekeliling. Bayangkan betapa berharganya orang-orang yang ada di sekeliling kita dan bagaimana mereka berusaha untuk menarik perhatian kita untuk sekadar mengajak bicara selama ini.
Batasi penggunaan media sosial
Membatasi atau menjadwal penggunaan media sosial layak dipertimbangkan. Misalnya, hanya di jam tertentu, seperti pukul 12:00 hingga 13:00 saat istirahat kerja atau pukul 20:00 hingga 21:00 sebelum tidur. Atau menerapkan aturan, seperti tidak boleh buka media sosial setelah pukul 20:00.
Ini memang butuh disiplin tinggi, namun penjadwalan penggunaan media sosial juga bisa melatih kita untuk lebih optimal saat menggunakan media sosial, jadi tidak sekadar membuka platform tanpa tujuan yang justru sering berakibat lupa waktu.
Berlatih menulis jurnal pribadi
Sering dianggap kuno dan sudah ketinggalan zaman, tapi menulis jurnal pribadi adalah bentuk dokumentasi pribadi yang jauh lebih aman dibanding media sosial. Sahabat Goodlife bisa mencurahkan isi hati yang sangat pribadi ke dalam sebuah jurnal tanpa harus melakukan setting menjadi private, only friends atau publik seperti di platform media sosial. Jurnal pribadi tak hanya soal menulis hal pribadi saja, tapi juga bebas dari rasa khawatir akan komentar orang lain yang kadang negatif soal kondisi kita.
Lalu, apakah kita dilarang menggunakan media sosial dengan leluasa? Tentu saja tidak. Teknologi dibuat untuk membantu kehidupan manusia menjadi lebih mudah, termasuk media sosial yang bisa dengan mudah menemukan teman-teman lama, misalnya. Media sosial juga kini terbukti ampuh sebagai alat untuk menopang bisnis, terutama di masa pandemi yang membatasi banyak aktivitas fisik.
Namun, media sosial memang harus digunakan secara bijak agar tak berlebihan dan berdampak buruk bagi kita secara psikologis. Sahabat Goodlife perlu ingat bahwa tidak semua hal dalam kehidupan kita harus tampil di layar media sosial dan apa yang ditampilkan di media sosial juga tidak selalu hal yang sebenarnya. Jadi, rasanya tak perlu cemas, iri atau khawatir bila melihat sesuatu di media sosial yang dirasa lebih baik dari kehidupan kita sendiri.
Nah, buat Sahabat Goodlife yang ingin tahu lebih jelas tentang pengaruh media sosial pada kesehatan mental, jangan lupa untuk mengikuti sesi IG Live Talk dengan tema “Pengaruh Media Sosial Pada Kesehatan Mental (Narsistik)” bersama Sulastry Pardede, M.Psi., Psikolog dari Rumah Sakit St. Carolus Jakarta pada Selasa, 23 Maret 2021 pukul 14:00 hingga 15:00.
Sesi menarik ini bisa diikuti di akun Instagram @_goodlifeid_ dan @rscarolusjakarta secara live. Jadi, Sahabat Goodlife catat tanggalnya dan jangan sampai ketinggalan ya.