Berambut panjang dan berparuh. Badannya bersisik dan mempunya tiga kaki. Itulah Amabie, sejenis yokai , makhluk legenda dalam cerita rakyat Jepang. Pada masa pandemi Covid-19, Amabie menjadi sangat populer di Jepang sebagai jimat untuk mengusir penyakit Corona. Melihat gambar Amabie tersebut, Yumiko Kashu, seniman asal Jepang yang bermukim di Cirebon berpikir, “Ini batik banget!” dan setelah berkolaborasi dengan pengrajin batik Indramayu, terciptalah batik Amabie.
Amabie mahluk perpaduan antara ikan dan burung. Memiliki paruh seperti burung, namun badannya memiliki sisik dan tiga kaki. Konon Amabie ini pernah muncul pada zaman Edo di laut Kumamoto, bagian selatan Jepang. Saat kemunculannya, ia berkata “Namaku Amabie. Kelak akan ada penyakit yang mewabah di berbagai negara. Segera perlihatkan wujudku kepada orang-orang.”
Setelah terjadi pandemi Covid-19 di seluruh dunia, karakter Amabie menjadi best-selling item di Jepang. Amabie dijual dalam berbagai macam bentuk seperti kue, gantungan kunci, patung kayu, buku kumpulan ilustrasi, dan lain-lain. Amabie dianggap sebagai jimat untuk mengusir penyakit.
Yumiko Kashu, pengurus sanggar batik di Cirebon, pada awalnya tidak terlalu menaruh perhatian saat Amabie mulai populer. Tapi ketika melihat gambar tersebut, yang langsung terpikir oleh Yumiko adalah “Ini benar-benar motif dan bentuk yang batik banget!” Bahkan pada saat menggambar motif burung-burung di dalam batik, bulu-bulunya pun digambar seperti sisik, mirip seperti sisik badan Amabie.
Menurut Yumiko, di dalam batik pun ada motif yang serupa dengan Amabie. Misalnya, motif Supit Urang yang menyerupai putri duyung, memiliki kepala wayang wanita dan setengah badannya adalah udang. Digambarkan sedang memegang tombak yang memiliki arti “Berhati-hatilah dengan perbuatanmu sendiri agar tidak terjebak ke dalam hal-hal yang buruk.”
Motif burung berkaki tiga mengingatkan Yumiko akan motif Lockan. Motif yang melambangkan burung cenderawasih ini merupakan motif tradisional daerah Lembang, Jawa Tengah. Ada yang digambarkan memiliki tiga ekor, ada juga yang empat ekor.
Pada saat saya lihat Amabie, saya berpikir sepertinya mirip dengan motif burung yang ada di batik. Bentuk seperti ini pasti ada di dalam dunia perbatikan. Bahkan jika gambar Amabie ada di antara motif batik lain pun, saya rasa tidak akan terlihat aneh sama sekali.
Yumiko Kashu
Pada saat Yumiko memperlihatkan gambar Amabie ke pengrajin batik di Cirebon, respon yang diterimanya biasa saja, tak ada kesan aneh atau terkejut, “Ini burung apa?” katanya. Katura, seorang maestro batik Cirebon pun berkomentar, “Seperti burung ya.”
Oleh karena itulah Yumiko coba membuat batik Amabie. Batik ini merupakan hasil kolaborasi Yumiko dan seorang pengrajin batik Indramayu bernama Aat. Batik yang dibuat di Indramayu, yang merupakan daerah pesisir pantai, banyak mengandung motif hewan-hewan laut, misalnya motif Iwak Etong yang menggambarkan ikan, kepiting dan udang. Bagaimana jadinya jika ada Amabie di tengah motif hewan-hewan laut tersebut?
Hasilnya adalah seperti ini, berbentuk kain persegi dengan ukuran 60 x 60 cm. Bisa digunakan untuk berbagai keperluan misalnya bandana ataupun untuk membungkus kotak bekal makanan.
Hal yang menyenangkan adalah melihat karakter Penko-chan, penguin populer karya orisinal Yumiko, bersanding akrab dengan Amabie. Mereka bersama menaiki ikan paus, ikan pari, perahu nelayan, menangkap ikan, bahkan mengobrol di dalam lautan. Amabie terlihat dapat menyatu dengan sangat alami.
Selain kain berbentuk persegi, ada juga selendang mini menggunakan motif Amabie yang berbaur dengan hewan-hewan yang berada di antara rumput laut.
Untuk ke depannya bisa juga dikembangkan untuk kain panjang. Saya rasa tidak ada salahnya jika Amabie dijadikan sebagai motif tradisional Indramayu, bukan? Jika ada sedikit ruang di sela-sela motif batik, saya tambahkan Amabie pun tidak terlihat aneh.
Yumiko Kashu
Sejak dahulu batik telah berinteraksi dengan berbagai macam budaya seperti budaya Tionghoa atau Eropa, dan masih bisa terus berkembang dengan berbagai macam motif budaya asing. Bisa dikatakan mungkin batik memiliki sifat yang selalu bisa dipadukan dengan apapun, begitupun dengan Amabie yang memiliki karakteristik mampu membaur secara alami. Atau mungkin sebenarnya dahulu Amabie berasal dari perairan Indonesia yang kemudian melakukan perjalanan hingga muncul di laut Kumamoto Jepang?!
Kain Amabie diproduksi dalam jumlah terbatas. Dijual dengan harga Rp. 150.000 (belum termasuk ongkos kirim). Untuk info lebih lanjut dapat menghubungi Yumiko via Instagram @bontotkomar439.