Membuat Bumi Jadi Lebih Baik Bersama Kertabumi Recycling Center

kertabumi

Sampah masih menjadi persoalan besar di Indonesia. Dari soal tata kelola dan aturan yang kurang jelas, budaya untuk hidup bersih pun masih sulit untuk diterapkan di masyarakat. Namun, sekecil apapun dampaknya, usaha untuk mengedukasi masyarakat soal sampah tetap perlu diterapkan. 

Inilah yang dilakukan Ikbal Alexander, 33 tahun, pendiri Kertabumi Recycling Center yang kini memiliki 83 bank sampah yang tersebar di seluruh Indonesia. Ikbal yang masa kecilnya sering mengunjungi beberapa negara dan sempat belajar di Jepang ini kerap memperhatikan kondisi kebersihan lingkungan negara-negara yang dikunjunginya dan berharap bisa menerapkannya di Indonesia. Ikbal juga sempat merintis karir di Japan International Cooperation Agency (JICA) sebelum memutuskan untuk serius menggeluti industri daur ulang sampah.

Lalu, apa yang membuatnya kemudian meninggalkan pekerjaannya dan mulai fokus pada daur ulang sampah? 

Setelah menjalani karirnya di JICA, Ikbal mulai aktif dalam berbagai gerakan sosial, seperti membantu pemberdayaan para difabel, membantu para manula, imigran dan aktif dalam penanganan sampah plastik. Inilah yang menjadi awal mula berdirinya Kertabumi Recycling Center.

Ikbal Alexander, Pendiri Kertabumi Recycling Center (Foto: Dok. Kertabumi Recycling Center)

Berawal dari Komunitas

Kertabumi Recycling Center mengawali kiprahnya dari sebuah komunitas yang lalu berkembang menjadi sebuah yayasan dan kini sudah memiliki badan usaha. Usaha yang sekarang dijalankan pun beragam, berawal dengan model bisnis B to B (Business to Business) dengan pemerintah dan perusahaan, mengolah limbah menjadi barang keperluan sehari-hari, hingga kini juga menggelar workshop tentang daur ulang.

“Awalnya kami bahkan gak jual produk. Hanya menjual konsep waste management ke perusahaan dan pemerintah,” terang Ikbal. 

“Isu sampah plastik ini terus berkembang dan kami punya misi untuk mengedukasi masyarakat,” terang Ikbal. Menurut Ikbal, setidaknya masyarakat harus memulai dengan terbiasa memilah sampah yang dibuang. “Ini memang susah ya, tapi bisa kita biasakan karena memilah sampah ini penting sebelum bisa didaur ulang,” terang Ikbal.

Ikbal juga menerangkan beberapa permasalahan pada bank sampah yang kurang terkoneksi dengan pemerintah dan perusahaan, jadi pengelolaannya kurang maksimal. “Mendirikan bank sampah itu harusnya pastikan dulu ada koneksi ke pemerintah dan perusahaan supaya mengelolanya lebih mudah,” terang Ikbal. “Dan seharusnya sesuai dengan peraturan, hampir 40 persen sampah itu bisa diserap oleh bank sampah. Karena bank sampah hanya dilarang mendaur ulang sampah medis dan sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun),” tambahnya.

Melihat Peluang Pasar

Saat pandemi berlangsung, Ikbal dan timnya harus menghadapi banyak kendala, terutama dari segi pendanaan. “Sebelumnya, kita banyak bekerjasama dengan pemerintah, tapi kemudian dana mereka dialihkan untuk menangani pandemi,” terang Ikbal.

Pandemi memang menyulitkan gerak dari Kertabumi Recycling Center tapi kemudian Ikbal dan timnya justru menemukan peluang untuk bisa berinovasi dengan mencari pendapatan sendiri tanpa harus bergantung pada pendanaan pemerintah. “Kami jadi bisa belajar banyak hal, seperti urban farming dan memahami global warming, karena sampah sekarang bukan lagi jadi isu utama,” terang Ikbal.

Kondisi ini juga membuat Ikbal yakin bahwa setelah pandemi, Kertabumi Recycling Center justru akan banyak melakukan hal baru. “Dulu kami hanya edukasi di tingkat RT, sekarang bisa lebih luas lagi di seluruh Indonesia,” kata Ikbal. “Profit jadi lebih kecil, tapi impact-nya jadi lebih besar,” tambahnya. 

Desakan untuk berinovasi ini juga membuat Kertabumi Recycling Center kini punya layanan penjualan produk-produk gaya hidup yang diproduksi dari limbah plastik, seperti pouch bag dan tote bag dari kemasan plastik makanan ringan. Salah satu hal menarik yang dilakukan Kertabumi Recycling Center adalah mem-posting foto pouch bag yang dibuat dari limbah plastik makanan ringan dan mengajak follower-nya untuk melakukan tag ke perusahaan penghasil makanan ringan tersebut.

Pouch bag dari limbah produk makanan ringan dan produk alat kebersihan (Foto: Dok. Kertabumi Recycling Center)

“Ini impact-nya positif. Kami ingin sampaikan bahwa perusahan-perusahaan ini jangan hanya memberikan sampah plastik saja pada konsumen, tapi juga harus pikirkan cara mengatasi sampah plastik yang mereka hasilkan,” terang Ikbal.

Untuk produk-produk daur ulang ini bisa dilihat di akun Instagram @kertabumi.katalog.

Bisnis produk daur ulang yang baru berjalan 1 tahun ini menurut Ikbal setidaknya sudah mendapat banyak apresiasi, terutama dari perusahaan yang memproduksi kemasan plastik yang digunakan sebagai bahan dasar produk-produk daur ulang tersebut. 

Kertabumi Recycling Center juga memastikan bahwa produk yang dibuat adalah dengan kualitas yang tinggi, jadi harganya juga relatif lebih mahal. “Kami memutuskan untuk membuat produk yang bagus. Jadi biarlah produk yang bicara,” terang Ikbal.

tote bag (Foto: Dok. Kertabumi Recycling Center)

Lalu, siapa saja yang tertarik dengan produk daur ulang ini? Menurut Ikbal, saat ini Kertabumi Recycling Center menyasar komunitas untuk memasarkan produknya. “Ada komunitas olahraga, komunitas vegan, dan lain-lain. Pasarnya memang sangat tersegmentasi tapi pasar ini berkembang,” jelas Ikbal.

Ikbal mencontohkan bahwa Kertabumi Recycling Center juga pernah menggelar workshop dengan harga Rp 100.000 per orang, namun peserta dari komunitas seperti ini tetap tertarik untuk ikut. “Komunitas seperti ini cenderung tertutup, tapi begitu kami bisa masuk, mereka juga akan loyal. Karena anggotanya adalah orang-orang yang sangat peduli dengan kesehatan dan kebersihan,” terang Ikbal.

Dilema Sampah Medis

Pandemi memang mengubah banyak hal termasuk dalam hal pengolahan sampah yang kini mulai dibanjiri sampah medis. Menurut Ikbal, hingga saat ini, soal sampah medis ini memang belum ada solusinya.

“Selama pandemi, jumlah sampah justru berkurang dan proses daur ulang juga berkurang 7 persen, tapi jumlah sampah medis meningkat drastis,” terang Ikbal. Menurutnya, kebijakan untuk tetap di rumah dan menjauhi kerumunan membuat jumlah sampah berkurang. Sebaliknya, masyarakat pada umumnya belum mengerti cara membuang sampah medis dan cenderung membuangnya sembarangan sehingga jumlahnya meningkat pesat. 

Dilema sampah medis ini juga diakui Ikbal belum memiliki solusi yang baik. “Kami juga sudah diskusi dengan pemerintah soal hal ini, tapi belum ada solusinya,” terang Ikbal.

Ikbal mengaku bahwa timnya kini juga kesulitan mendaur ulang sampah plastik karena sering bercampur dengan sampah medis. “Masalahnya, sampah medis ini tak boleh didaur ulang dan ini memang jadi isu utama sekarang ini,” kata Ikbal. Menurutnya, hal yang paling mendasar adalah memberikan edukasi pada masyarakat bahwa sampah medis ini harus dipilah dari sampah lainnya dan tak boleh dicampur.

“Masyarakat terbiasa buang masker sembarangan. Ini harus diberi edukasi bagaimana cara buang masker yang benar,” tegas Ikbal.

Sabun cuci piring dan baju (Foto: Dok. Kertabumi Recycling Center)

Saat ini Kertabumi Recycling Center juga menyelenggarakan kegiatan workshop  dengan berbagai tema secara daring, seperti cara pendirian bank sampah, membuat scrub natural, membuat sabun cuci piring dan baju, dan regrow sayuran untuk masyarakat di perkotaan. Untuk informasi kegiatannya bisa dilihat di akun Instagram @kertabumirecyclingcenter.