Jangan Main Gadget Depan Anak, ini Sebabnya

Saat kita sedang lelah setelah seharian bekerja, scrolling media sosial atau nonton video di ponsel memang terasa menyenangkan. Tapi, pernahkah kita sadar bahwa kebiasaan ini bisa berdampak buruk jika dilakukan di depan anak?

Bukan berarti gadget itu musuh. Tapi ketika kehadiran kita di rumah hanya ‘setengah sadar’ karena sibuk dengan layar, anak-anak bisa merasa diabaikan. Dan ini bukan cuma soal perasaan. Penelitian sudah membuktikan bahwa terlalu sering main gadget di depan anak bisa mengganggu perkembangan mereka, baik secara emosional maupun intelektual.

Anak Bisa Merasa Terabaikan

Anak-anak, terutama yang masih kecil, sangat butuh perhatian dan koneksi dengan orang tua. Mereka belajar dunia lewat interaksi, kontak mata, respons wajah, dan suara kita.

Sayangnya, studi dari University of Michigan (2014) menyebutkan bahwa penggunaan gadget oleh orang tua saat bersama anak bisa menimbulkan apa yang disebut “technoference“, alias gangguan interaksi karena teknologi. Hasilnya? Anak bisa merasa diabaikan, dan mereka menunjukkan lebih banyak perilaku negatif, seperti rewel atau tantrum.

Main gadget depan anak akibatkan anak merasa terabaikan (Foto: Pexels)

Anak Cenderung Meniru

Coba perhatikan, saat kita duduk menunduk melihat ponsel, anak-anak sering ikut-ikutan memegang gadget mereka, bukan? Ini bukan kebetulan. Anak adalah peniru ulung. Kalau yang mereka lihat setiap hari adalah orang tua yang sibuk dengan layar, mereka pun akan menganggap itu sebagai hal yang biasa.

Padahal, terlalu banyak waktu pasif di depan layar (baik pada anak maupun orang tua) bisa mengurangi aktivitas fisik yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh sehat.

Ganggu Perkembangan Bahasa dan Belajar

Bermain bersama, bercerita, atau bahkan ngobrol soal hal-hal sepele sangat berperan dalam perkembangan otak anak. Tapi ketika waktu berkualitas ini tergantikan dengan scrolling TikTok atau WhatsApp-an, anak kehilangan kesempatan emas untuk belajar bahasa dan memahami emosi.

Menurut American Academy of Pediatrics (2016), interaksi dua arah yang aktif sangat penting untuk perkembangan bahasa anak. Sayangnya, saat perhatian orang tua terbagi karena ponsel, interaksi semacam ini jadi jarang terjadi.

Anak Kehilangan Teladan

Anak belajar dari apa yang mereka lihat, bukan dari apa yang kita ucapkan. Jadi, kalau kita berharap anak rajin baca buku, suka berdiskusi, atau mampu mengelola emosi, tapi kita sendiri lebih sering asyik dengan gadget. Harapan itu bisa jauh panggang dari api.

Penelitian dari Pew Research Center (2016) juga menegaskan bahwa orang tua adalah model utama dalam penggunaan teknologi. Kalau kita bisa menunjukkan bahwa teknologi itu bisa digunakan secara bijak dan tidak mengganggu hubungan manusia, anak pun akan menirunya.

Sponsored Links

Jadi, Haruskah Kita Menjauhkan Diri dari Gadget?

Tidak perlu ekstrem. Kita tidak harus sepenuhnya ‘puasa’ gadget. Tapi penting untuk mulai menetapkan batas. Misalnya, tidak membuka ponsel saat makan bersama, menyediakan waktu bermain atau membaca buku bersama anak tanpa gangguan notifikasi, atau membuat zona bebas gadget di rumah.

Yang terpenting, anak tahu bahwa ketika mereka ada di dekat kita, perhatian kita utuh. Karena buat mereka, kehadiran orang tua yang sepenuh hati jauh lebih berharga dari konten viral mana pun.