Aily Glori & Dea Andhiny, Social Media Specialist
“Gen Z We Young We Care“ : Part 2
Di era digital seperti saat ini, media sosial bukan hanya untuk bersosialisasi semata tetapi juga sebagai tempat untuk mencari hiburan, informasi, berjualan, memperluas networking hingga dijadikan sebagai salah satu ladang mata pencaharian. Seperti Aily Glori dan Dea Andhiny yang bekerja sebagai tim kreatif Loka Padang, resto nasi Padang vegan pertama di Jakarta. Mereka berdua memastikan campaign atau informasi mengenai Loka Padang menjangkau masyarakat luas lewat media sosial.
Lokatering X Zero Waste
Aily dan Dea yang sama-sama lulusan Universitas Padjajaran ini merasa media sosial adalah tempat sarana yang paling ampuh untuk mengenalkan campaign Loka Padang. Mereka juga bisa menyebarkan pengaruh positif untuk hidup sehat, lebih mencintai lingkungan dan peduli sesama lewat media sosial.
Seperti campaign Loka Padang #berbagiloka, Lokatering x Zero Waste dalam rangka Hari Sumpah Pemuda yang aktif disebarkan lewat Instagram.
“Lokatering X Zero Waste itu kita ingin mengkampanyekan penggunaan tempat makan atau lunch box yang bisa dipakai berulang yang lebih ramah lingkungan. Selama program Loktering X Zero Waste di bulan Oktober ini, pelanggan bisa dapat lunch box-nya dengan langganan Lokatering selama 5 hari,” jelas Dea.
Selebihnya, pelanggan masih bisa tetap mendapatkan lunch box Lokatering dengan cara melakukan deposit Rp. 50 ribu ke Lokatering. “Nanti kalau sudah berjalan dan mau berhenti, depositnya kita balikin ke pelanggan dan lunch box-nya juga dibalikin lagi ke kita,” tambah Dea.
Jauh sebelum campaign Lokatering X Zero Waste, Loka Padang sendiri sudah memulai gerakan untuk lebih peduli pada lingkungan. Misalnya dengan tidak menggunakan kantong, botol, dan sedotan plastik.
“Sejauh ini Loka sudah menggunakan cassava plastik, jadi tidak memakai kantong plastik biasa. Kita juga menggunakan botol kaca yang bisa dipakai lagi kalau mau refill di Loka. Atau pelanggan bisa bawa tumbler sendiri,” cerita Dea.
Atas pertimbangan lingkungan hidup dan menjaga imunitas tubuh selama pandemi, gerakan Lokaberbagi juga kini lebih fokus membagikan #seporsiloka.
“Kita berbagi seporsi Loka ke sesama yang terdampak pandemi. Dengan orang mengonsumsi seporsi Loka, itu memberikan dampak untuk bumi. Misalnya dengan mengonsumi satu porsi loka dampaknya terhadap bumi menghemat 1.387 liter air bersih, menyelamatkan 1 meter kuadrat hutan, mengurangi 3 kg CO2,” jelas Aily.
Selain itu, dibanding membagikan sembako Loka, selama pandemi ini, mereka kini lebih gencar berbagi seporsi Loka karena menu makanannya bisa meningkatkan imunitas tubuh. “Jadi seporsi Lokanya gak hanya berdampak terhadap sesama, untuk meningkatkan imunitas tubuh sesama tetapi juga untuk kesehatan bumi juga,” tegas Aily.
Tempat Cari Ide, Hiburan, Hingga Pekerjaan
Aily dan Dea pun kompak menyebut semua program dan campaign Loka Padang bisa tersampaikan dengan baik terutama pada generasi muda, lewat media sosial.
“Sosial media itu ngaruh banget karena anak muda sekarang lebih sering buka sosmed dan internet daripada nonton TV, baca koran, atau dengar radio. Jadi campaign di sosmed itu memberi efek besar,” kata Dea.
Apalagi, Dea dan Aily menyadari bahwa generasi muda saat ini lebih peduli pada lingkungan dan gaya hidup sehat. Oleh karena itu, mereka semakin getol menggalakkan campaign di Instagram, fanpage Facebook, dan dalam waktu dekat ini akan merambah Spotify. Gak heran, hampir seharian penuh Aily dan Dea harus memegang gadget dan duduk depan laptop.
Aily dan Dea yang mengaku punya akun hampir di semua media sosial seperti Instagram, Twitter, Tik Tok, hingga YouTube juga memanfaatkan media sosial ini untuk personal branding dengan menaruh hasil karya mereka.
“Jadi kita pakai sosmed bukan hanya untuk haha hihi tetapi juga membentuk personal branding,” kata Aily.
“Media sosial tuh bisa jadi apa aja buat kita, untuk pekerjaan, cari ide, informasi, sampai hiburan. Semua bisa kita dapat di gadget dan internet,” pungkas Dea.
Meskipun demikian, Dea berusaha untuk mulai membatasi waktu membuka gadget. “Aku sampai memasang pengatur waktu limit screen time untuk aplikasi-aplikasi tertentu seperti Twitter, Instagram, Tik Tok. Aku batasi ketiganya hanya 2 jam secara keseluruhan,” cerita Dea.
Ketika batas durasi yang sudah ditentukan akan tercapai, secara otomatis Dea akan menerima notifikasi dan aplikasi yang sedang dibuka akan menutup dengan sendirinya. Namun Dea mengaku kadang mengabaikan notifikasi tersebut. “Kadang suka aku ignore atau klik ‘remind me later’ dan aku terus tetap buka aplikasi tadi” seru Dea sambil tertawa.
Namun dari memasang pembatasan durasi membuka aplikasi media sosial tadi, Dea jadi semakin sadar bahwa dirinya sudah lebih dari 2 jam membuka media sosial. “Aku jadi merasa kayaknya butuh agak direm nih buka sosmednya. Tapi kalau bukan sosmed untuk pekerjaan ya gak apa-apa,” pungkasnya.
Kalau sudah merasa terlalu lama membuka sosmed, Aily dan Dea mengalihkan perhatiannya dengan melakukan hobi yang tidak berhubungan sama sekali dengan gadget. “Kalau aku biasanya bikin kue,’ aku Aily.
“Kalau aku memang hobi menggambar jadi coba melukis di kertas, bikin clay, bikin gelang atau buat cookies. Intinya kita harus pintar-pintar mengatur waktu aja,” tambah Dea.
Yup, media sosial memang memudahkan kita dalam segala hal tapi semua tentu harus ada batasnya. Sahabat Goodlife setuju kan? (Sri Isnaeni)