Di era digital yang serba cepat, memutuskan hubungan lewat WhatsApp mungkin terasa praktis, tapi apakah cara ini benar-benar etis dan menghargai perasaan pasangan?
Di era digital ini, pesan instan seperti WhatsApp sering menjadi pilihan untuk menyampaikan kabar, bahkan untuk keputusan berat seperti mengakhiri hubungan. Namun, apakah etis memutuskan pacar hanya lewat pesan singkat? Boleh atau tidak? Sopan atau tidak?
Dari sudut pandang psikologi, cara ini bisa berdampak pada kedua belah pihak secara emosional, dan penting untuk memahami apa yang mendasari pilihan ini serta dampaknya bagi mental dan perasaan seseorang.
1. Kenyamanan dan penghindaran konflik
Beberapa orang merasa lebih nyaman memutuskan hubungan lewat pesan teks karena bisa menghindari konfrontasi langsung. Bagi sebagian orang, menghadapi pasangan secara langsung dalam situasi emosional bisa sangat berat dan menimbulkan kecemasan. Menurut teori psikologi, ketakutan akan konflik dapat membuat seseorang mencari cara lebih mudah untuk keluar dari hubungan tanpa tekanan emosional berlebihan. WhatsApp menjadi cara yang “aman” bagi mereka yang merasa tidak siap secara emosional menghadapi percakapan putus secara tatap muka.
2. Kurangnya respek dan kepedulian emosional
Sayangnya, mengakhiri hubungan melalui pesan teks juga sering dianggap kurang menghargai perasaan orang lain. Saat kita memutuskan untuk mengakhiri sesuatu yang penting seperti hubungan, aspek komunikasi yang mendalam sangat diperlukan. Menggunakan teks cenderung membuat pesan menjadi terkesan dingin dan kurang empati. Bagi pihak yang diputuskan, menerima kabar melalui teks bisa meninggalkan luka yang lebih dalam karena perasaan mereka tidak diakui atau dihargai.
Cara kita menyampaikan keputusan, terutama yang sifatnya emosional, dapat memengaruhi penerimaan serta proses penyembuhan bagi pihak yang diputuskan. Jika seseorang diputuskan lewat teks, rasa sakit emosional bisa semakin intens, bahkan memicu kesedihan yang berkepanjangan karena minimnya ruang untuk berkomunikasi secara dua arah.
3. Efek psikologis terhadap pasangan
Bagi mereka yang menerima kabar putus lewat WhatsApp, efek psikologisnya bisa beragam, tergantung seberapa siap mereka menerima keputusan ini. Namun, banyak dari mereka yang merasa terkejut, bingung, bahkan terluka lebih dalam karena putusnya komunikasi langsung. Proses “closure” atau penyelesaian emosi menjadi sulit didapatkan, dan ini bisa memperlambat proses pemulihan emosi.
Dalam dunia psikologi, ini disebut “ambiguous loss” atau kehilangan yang tidak jelas. Ketidakpastian yang dihasilkan dari putus lewat teks membuat pihak yang diputuskan sulit untuk melepaskan hubungan secara emosional, karena tidak ada penutupan yang memadai.
4. Situasi yang membolehkan putus lewat teks
Meski umumnya dianggap tidak etis, ada beberapa situasi di mana memutuskan hubungan lewat teks bisa dipahami. Misalnya, jika hubungan sudah tidak sehat atau terdapat kekerasan dalam hubungan (toxic relationship), pesan teks dapat menjadi pilihan yang aman untuk melindungi diri. Di situasi lain, seperti hubungan jarak jauh atau ketika pasangan jarang bertemu, memutuskan lewat teks mungkin menjadi opsi praktis, meskipun tetap harus dilakukan dengan kata-kata yang penuh empati dan kejelasan.
5. Cara yang lebih baik dalam menyampaikan keputusan
Jika memungkinkan, menyampaikan keputusan putus secara tatap muka adalah cara yang paling dihargai dalam etika hubungan. Namun, jika situasi tidak memungkinkan, kamu bisa tetap menjaga etika dengan memberikan pesan yang jelas dan jujur lewat teks, serta menawarkan kesempatan bagi pasangan untuk berbicara. Memulai dengan kalimat yang lembut, memberikan penjelasan yang bijak, dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk merespons akan membantu mengurangi ketidaknyamanan dan rasa sakit.
Pada akhirnya, keputusan untuk memutuskan hubungan lewat WhatsApp memang dapat dipandang sebagai tindakan yang kurang etis, kecuali dalam situasi tertentu yang mendukung alasan keamanan atau jarak. Sebagai makhluk sosial, kita sangat menghargai interaksi langsung, terutama untuk urusan emosional. Jika keputusan ini harus dilakukan lewat teks, sebaiknya tetap utamakan empati dan komunikasi yang terbuka agar pihak yang diputuskan bisa memahami dan menerima dengan lebih baik.