Savis Tea, Mendunia dengan Racikan Rempah Lokal

Sudah sejak lama rempah menjadi kekayaan Indonesia yang dikenal dunia. Dan ada banyak cara juga untuk melestarikan rempah sebagai kebanggaan Indonesia di mata dunia. Salah satunya adalah dengan memadukannya sebagai bahan racikan untuk teh berkualitas tinggi seperti yang dilakukan oleh Savis Tea.

Teh adalah salah satu hasil perkebunan Indonesia yang juga populer di pasar internasional. Tapi tentu saja ada tantangan tersendiri untuk bisa konsisten memproduksi teh bermutu tinggi. Setidaknya inilah yang diakui Yuniarti Dwi Suryadeni, Business Development GM Savis Tea saat berbincang dengan Goodlife. “Indonesia punya perkebunan teh yang sangat bagus, sayangnya mereka memilih untuk menjual teh dalam bentuk komoditi, jadi yang berkualitas itu untuk diekspor, bukan untuk diproduksi di sini,” terang Yuniarti.

Menurut Yuniarti, kenyataan inilah yang kemudian membuat Lily Gunawan, pemilik dan pengelola Savis Tea generasi ketiga, memutuskan untuk membangun sebuah brand produk teh asli Indonesia dengan kualitas terbaik yang tak kalah dengan brand dari luar negeri.

Tantangan Lintas Generasi

Savis Tea sendiri sudah beroperasi sejak 1951 dengan awalnya memproduksi teh jasmine secara rumahan. “Kebanyakan teh yang ada di Indonesia ini adalah jasmine, yaitu teh hijau yang dilayukan dan di-infused dengan melati,” kata Yuniarti.

Teh jasmine inilah yang sejak awal memegang peranan penting dalam produksi Savis Tea dan mulai mengalami inovasi rasa di tahun-tahun berikutnya seiring dengan modernisasi peralatan yang digunakan.

“Pada masa generasi kedua kami masih menggunakan teh jasmine sebagai basic meskipun sudah ada varian rasa,” terang Yuniarti.

Teh jasmine yang menjadi awal produksi Savis Tea. (Foto: savistea.com)

Masa generasi ketiga adalah masa dimana Savis Tea ditantang tampil lebih inovatif untuk meraih pasar gaya hidup premium anak muda. “Minum teh ini memang identik dengan minuman orang tua. Tapi kami juga ingin mengakomodir berbagai usia,” terang Yuniarti.

“Orang tua biasanya lebih suka dengan teh oolong, white tea dan black tea. Kalau anak muda suka dengan yang fusion, seperti pomegranate, mango tea dan white tea,” terang Yuniarti. “Terutama untuk mixologist, mereka suka yang fusion untuk mencampur teh menjadi minuman alkohol dan non-alkohol,” tambahnya.

Tapi merambah pasar milenial memang bukan hal mudah. “Awalnya kami selalu dibandingkan dengan brand lain karena harga kami yang jauh lebih mahal, jadi ini perlu waktu untuk edukasi bahwa kami menggunakan teh dengan grade yang bagus,” jelas Yuniarti.

Selain itu Savis Tea juga menyediakan teh herbal yang menggunakan bahan rempah tradisional namun tetap dikemas dengan sentuhan modern agar tak terkesan ketinggalan jaman. Lalu, mengapa Savis Tea juga berinovasi untuk menggunakan rempah sebagai pilihan citarasa produknya?

Mengolah Rempah Indonesia

Menyadari Indonesia juga dikenal dengan berbagai minuman herbal, Savis Tea kemudian juga berinovasi dalam rasa dan bahan-bahan yang melibatkan rempah asli Indonesia. Yuniarti mencontohkan wisatawan asing yang sebetulnya tertarik dengan jamu, namun kadang cara pembuatannya memberikan kesan kurang higienis.

“Kami kemudian memikirkan cara bagaimana agar minuman herbal ini diproses dengan standar higienis yang tinggi sehingga orang asing juga nyaman menikmatinya,” jelas Yuniarti.

Yuniarti juga mengakui bahwa ide untuk menggali kekayaan rempah Indonesia ini adalah berkat pemilik Savis Tea yang juga menyukai rempah Indonesia dan juga terinspirasi tradisi pengobatan tradisional Cina. “Owner kami belajar basic meracik teh tradisional di Cina dan belajar teknik modernnya di Eropa dan Australia,” jelas Yuniarti.

Savis Tea juga memadukan rempah Indonesia sebagai bahan racikan teh. (Foto: Dok. Savis Tea)

Mengangkat bahan-bahan rempah sebagai campuran teh ternyata juga membawa manfaat, terutama di musim pandemi seperti saat ini. “Ini juga yang jadi tujuan Savis Tea untuk membawa manfaat kesehatan dalam produknya, terutama untuk meningkatkan imun di masa pandemi seperti sekarang,” terang Dr. Ing Alexander Halim, CEO Savis Tea.

Namun, berhubungan dengan produk-produk tradisional bukanlah tanpa masalah. Menurut Yuniarti, bahan-bahan yang digunakan sebetulnya cukup mudah ditemukan tapi yang menjadi masalah adalah proses produksinya yang berhubungan dengan cuaca.

“Kalau musim hujan kita kesulitan dalam produksi karena kita butuh sinar matahari untuk mengeringkan bahan-bahannya, terutama ginger dan turmeric,” terang Yuniarti. “Ini sudah menjadi standar kami karena kalau dikeringkan dengan oven akan menimbulkan citarasa yang berbeda,” tambahnya.

Menetapkan standar dalam rasa menjadi hal sangat penting dari produk-produk Savis Tea dan ini juga sudah diakui oleh pasar global, seperti Jepang yang tertarik dengan produk teh jahe, karena menurut mereka jahe Indonesia punya rasa yang berbeda.

“Pembeli dari Jepang juga lebih tertarik dengan produk kami yang punya aroma menenangkan jiwa, seperti teh hijau dengan pandan, ginger lemongrass, dan Sekar Kedhaton yang merupakan paduan teh hijau dengan kayu manis dan cengkeh,” terang Yuniarti.

Memadukan kekayaan rempah Indonesia dengan teh memang menjadi salah satu karakter dari Savis Tea dan bisa dilihat dari berbagai pilihan produknya yang ada di website savistea.com dan akun Instagram @savis_tea.