Tuberkulosis dan Covid-19 sepintas memiliki gejala yang mirip. Keduanya juga sama-sama menyerang paru-paru. Namun dalam penanganannya sangat berbeda. Apa saja yang perlu diwaspadai dari kedua penyakit berbahaya ini?
Pada Rabu, 1 September 2021, Goodlife bersama Rumah Sakit St. Carolus Jakarta mengadakan sesi bincang sehat Health Talk di akun Instagram @_goodlifeid_ dan @rscarolusjakarta dengan topik “Tuberkulosis dan Covid-19” bersama narasumber dr. Andhika Chandra P, PhD, SpP dari Rumah Sakit St. Carolus Jakarta.
Membedakan Tuberkulosis dengan Covid-19
Secara umum, yang membedakan Tuberkulosis atau TB dengan Covid-19 adalah penyebabnya. TB sebetulnya adalah jenis penyakit yang sudah lama ada dan disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sedangkan Covid-19 disebabkan oleh virus SARS-Cov-2.
“TB ini bisa menyerang ke hampir semua organ di tubuh, seperti paru dan ekstra paru, yaitu liver, tulang dan getah bening,” terang dr. Andhika membuka perbincangannya. Tentu saja ini berbeda dengan Covid-19 yang hanya menyerang paru-paru saja.
Penderita TB juga sebetulnya bisa disembuhkan secara total, seperti penderita Covid-19. Asalkan selama masa pengobatan harus menjalani semua aturan dengan benar. Menurut dr. Andhika, yang membedakan pasien penderita TB dan Covid-19 adalah masa penyembuhannya dimana pasien TB memerlukan waktu yang lebih lama, yaitu sekitar 6 bulan.
“Pada kondisi tertentu bisa sampai 9 bulan, apalagi kalau kondisi multi drugs resistance, ini bisa sampai 2 tahun,” terang dr. Andhika. Multi drugs resistance adalah kondisi dimana bakteri sudah kebal terhadap obat-obatan termasuk antibiotik yang dikonsumsi pasien.
Pengobatan TB yang tidak tuntas bisa mengakibatkan masa penyakit ini menjadi berkepanjangan, terlebih kalau pasien juga seorang perokok, konsumsi alkohol dan gaya hidupnya tidak sehat. Bila kondisi tetap berlanjut, TB juga bisa berkembang menjadi kanker paru.
Melihat bahayanya penyakit TB, bila seseorang terjangkit TB bersamaan dengan terjangkit Covid-19, bagaimana penanganannya?
Menurut dr. Andhika penanganannya bisa dilakukan secara bersamaan, namun karena umumnya Covid-19 bersifat akut atau bisa memburuk dalam jangka waktu dekat, pengobatan untuk Covid-19 bisa didahulukan.
“TB dan Covid-19 ini sama-sama berkaitan dengan imunitas,” terang dr. Andhika. “Imun yang buruk bisa mengakibatkan Covid-19 tambah parah. Sama juga dengan TB. Apalagi TB juga terkait erat dengan nutrisi,” tambahnya.
Pertanyaan Seputar Tuberkulosis dan Covid-19
Karena gejalanya yang mirip, banyak pertanyaan seputar TB dan Covid-19 yang diajukan pada sesi Health Talk, seperti berikut ini:
Bolehkah pasien TB mendapatkan vaksin Covid-19?
Pada dasarnya vaksin Covid-19 bisa diterima siapa saja asalkan tidak ada kontra indikasi. Selama kondisinya fit dan memenuhi persyaratan, bisa saja mendapatkan vaksin Covid-19. Penderita TB juga bisa asalkan dengan fase aktif yang sudah lewat dan kondisi tubuhnya sehat.
Bila penderita TB terkena Covid-19, apakah akan menjadi hal yang fatal?
Ini sangat bergantung pada kondisi penderita TB itu sendiri. “Kalau memang kondisi TB nya cukup parah, ini akan berdampak cukup lama pada paru. Tapi kalau dilakukan pengobatan secara teratur dan sampai tuntas, biasanya tidak meninggalkan gejala sisa,” terang dr. Andhika.
Berapa banyak jenis obat yang harus dikonsumsi pasien TB dan bagaimana bila pengobatan tidak tuntas?
Menurut dr. Andhika, obat yang harus dikonsumsi penderita TB memang cukup banyak. Dan sama dengan penyakit lainnya, bila pengobatan tidak tuntas, maka kondisi bisa jadi memburuk. “Paru itu organ penting, kalau terjadi gangguan dan oksigen berkurang, maka bisa terjadi hipoksia (rendahnya kadar oksigen dalam sel) dan bisa berisiko kematian,” tambahnya.
Apakah pneumonia yang parah bisa menjadi TB?
Pada dasarnya, pneumonia dan TB sama-sama menyerang dan merusak jaringan paru-paru. Yang menjadi perbedaan adalah penyebabnya. “Kalau disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, maka kita sebutnya TB paru atau lebih detailnya pneumonia TB paru,” kata dr. Andhika. “Kalau disebabkan virus itu namanya pneumonia,” tambahnya.
Apa saja gejala awal penderita TB?
Yang paling umum adalah batuk selama sekitar 2 minggu. “Setelah diobati dengan berbagai macam obat termasuk antibiotik dan tidak sembuh juga, sebaiknya ada pemeriksaan lebih lanjut,” terang dr. Andhika. “TB paru juga biasanya disertai dengan demam di sore dan malam hari serta penurunan berat badan akibat berkurangnya nutrisi. Kalau ini terjadi segera periksakan ke dokter,” tambahnya.
Pasien yang sembuh dari TB apakah bisa kena lagi?
Meskipun jarang ada kejadian seperti ini, namun bisa saja terjadi. Itu sebabnya pasien yang sembuh dari TB sebaiknya melakukan kontrol dan tetap konsultasi setiap 6 bulan sampai 2 tahun ke depan. “TB kadang tidak berdiri sendiri, tapi dipicu oleh penyakit lain seperti diabetes, HIV, dan lainnya. Ini yang suka memperberat kondisi TB,” jelas dr. Andhika.
Indonesia sendiri saat ini menurut dr. Andhika menempati posisi ketiga di dunia untuk jumlah pasien TB. Meskipun penyakit ini sudah lama ada, namun kondisi seperti lingkungan yang kotor, polusi udara, nutrisi yang buruk dan imunitas yang rendah menyebabkan TB tetap ada di Indonesia dengan jumlah penderitanya yang cukup tinggi.
“Sekarang setelah pandemi kita baru mau belajar hidup bersih dan pakai masker. Sebelumnya kita tidak terbiasa untuk hal ini dan cenderung tidak memperhatikan kebersihan lingkungan. Ini salah satu penyebab TB masih tinggi di Indonesia,” terang dr. Andhika.
Bila Sahabat Goodlife ingin mengetahui lebih lengkap sesi Health Talk “Tuberkulosis dan Covid-19″, bisa menyaksikannya di IGTV dengan mengakses akun Instagram Goodlife di @_goodlifeid_