Penderita Obesitas, Kenali Olahraga yang Tepat untuk Turunkan Berat Badan

Obesitas bisa dengan mudah menyerang siapa saja termasuk anak-anak dan remaja. Salah satu cara mengatasinya adalah dengan olahraga secara rutin. Lalu, olahraga seperti apa yang efektif untuk hilangkan lemak di tubuh ini?

Goodlife bersama Rumah Sakit St. Carolus Jakarta pada Rabu 19 Januari 2022 mengadakan sesi Health Talk dengan topik “Olahraga yang Tepat untuk Obesitas” dengan narasumber dr. Antonius Andi Kurniawan, SpKO (Spesialis Kedokteran Olahraga).

dr.-Antonius Andi Kurniawan SpKO (Foto: Dok. Rumah Sakit St. Carolus Jakarta)

Membuka perbincangan, dr. Andi menegaskan kalau sebetulnya penyebab terjadinya obesitas adalah jumlah kalori yang masuk lebih banyak dari yang dikeluarkan sebagai energi. Itu sebabnya penting untuk memiliki pedoman negative energy balance atau juga dikenal dengan metode defisit kalori, yaitu kondisi dimana kalori yang masuk lebih sedikit dari kalori yang dibakar. Dengan begitu tubuh akan membakar lemak untuk menghasilkan energi.

Dalam hal ini dr. Andi juga membagikan tips sederhana untuk menjaga kondisi kalori, yaitu jangan berlama-lama duduk. Artinya, kita harus mengganti sebagian waktu duduk dengan aktivitas yang beragam, seperti jalan kaki, membersihkan rumah dan lain-lain.

Bahkan di luar negeri, menurut dr. Andi sedang tren melakukan walking meeting, dimana para karyawan melakukan pertemuan bisnis secara virtual namun sambil berjalan-jalan santai. “Ada lagi treadmill desk yang membuat karyawan tetap bekerja dengan laptop tapi sambil melakukan latihan treadmill,” terang dr. Andi. 

Tak hanya dalam dunia kerja, bahkan sebuah restoran cepat saji sempat jadi viral karena menawarkan fasilitas kursi makan berupa sepeda statis, dimana pelanggan bisa makan fast food namun sambil olahraga. “Ini sebetulnya sebuah usaha untuk cari solusi bagaimana caranya supaya kalori kita bisa tetap terbakar saat kita duduk,” tambahnya.

Atasi Obesitas dengan Olahraga yang Tepat

Salah satu cara untuk mengatasi obesitas adalah dengan berolahraga. Menurut dr. Andi, sehubungan dengan kalori, olahraga pada dasarnya terbagi menjadi:

  • Aktivitas fisik

Ini adalah hal yang cukup mudah dilakukan, dimana sebetulnya pembakaran kalori juga terjadi pada saat kita beraktivitas sehari-hari, seperti membersihkan rumah, naik turun tangga atau kesibukan di tempat kerja. Intinya aktivitas fisik adalah semua bagian tubuh kita yang berkontraksi dan mengeluarkan energi.

  • Latihan fisik

Ini adalah aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dan terus-menerus yang pada akhirnya bisa meningkatkan level kebugaran. Menurut dr. Andi, ini harus menjadi perhatian karena kalau berolahraga tapi cuma sekali saja dan tidak teratur tentu hasilnya akan berbeda dengan yang berolahraga teratur dan rutin.

“Jadi, disini yang menjadi kunci penting adalah dilakukan terus-menerus, teratur dan terukur. Ini baru bisa dikatakan sebagai latihan fisik,” jelas dr. Andi.

Latihan fisik berupa olahraga yang dilakukan secara teratur (Foto: Xframe)

Menurut dr. Andi buat mereka yang dalam kondisi sehat direkomendasikan latihan fisik sebanyak 5 kali dalam seminggu selama 30 menit. Jadi total ada 150 menit dalam seminggu. Latihannya juga perbanyak latihan kardio atau olahraga yang memacu pernafasan dan detak jantung. Sementara latihan beban untuk kekuatan otot disarankan 2 kali dalam seminggu. “Latihan otot ini yang penting melatih otot besar, seperti bisep dan otot paha. Waktunya bisa 15 hingga 30 menit,” jelasnya.

Sementara bagi yang sudah terkena obesitas, durasi latihan menjadi lebih lama, yaitu 5 kali dalam seminggu dengan waktu 45 hingga 60 menit. Jadi ada 300 menit dalam seminggu.

Lalu, gerakan olahraga seperti apa yang paling tepat untuk penderita obesitas? Sebelum menentukan gerakan yang tepat, penderita obesitas harus tahu dulu apakah ada masalah dengan kondisi tulang sendi dan otot.

Bila terasa ada masalah, seperti radang persendian atau nyeri pada otot, sebaiknya memilih jenis olahraga yang low-impact (dampaknya terhadap persendian cukup rendah) seperti jalan kaki, jalan di dalam air atau naik sepeda santai. 

Bersepeda bisa jadi pilihan untuk olahraga low-impact (Foto: Xframe)

Sedangkan bagi obesitas yang tidak punya masalah dengan radang sendi atau otot, bisa mencoba untuk olahraga high impact, seperti lari cepat atau bermain lompat tali (skipping).

Pada intinya yang menjadi perhatian di sini adalah latihan kekuatan otot, karena ada juga penderita obesitas yang otot dan tulangnya dalam kondisi baik sehingga bisa ikut olahraga yang high impact.

Didukung Pola Makan yang Baik

Namun, olahraga ternyata tak hanya soal melatih fisik saja. Menurut dr. Andi aktivitas olahraga juga harus didukung oleh pengaturan pola makan yang baik agar kalori yang masuk tidak berlebihan.

Dalam hal ini, dr. Andi mencontohkan orang yang ingin turunkan berat badan dengan cara tidak sarapan. “Justru ini makan siangnya jadi kebanyakan karena kelaparan dan akhirnya kalori justru makin banyak yang masuk,” terangnya.

Yang benar menurut dr. Andi adalah tetap konsisten dengan sarapan, makan siang dan makan malam serta diselingi dengan makan camilan sehat seperti buah-buahan.

Begitu juga dengan orang yang tidak makan sebelum melakukan olahraga dengan harapan lemak akan cepat dibakar untuk dijadikan energi. Cara ini sebetulnya secara prinsip tidak salah, karena pada dasarnya saat olahraga yang pertama kali dibakar menjadi energi adalah gula dari asupan makanan dan setelah itu lemak. Jadi, olahraga tanpa makan terlebih dahulu akan membuat tubuh langsung membakar lemak.

Namun dr. Andi tetap menyarankan sebaiknya jangan melakukan olahraga dengan perut kosong dengan alasan bahaya rasa lapar yang akan timbul setelah berolahraga.

Jangan berolahraga dengan perut kosong (Foto: Xframe)

“Olahraga dengan perut kosong nantinya akan jadi kelaparan berat. Jadi percuma saja karena habis olahraga makannya akan banyak sekali,” jelasnya.

Untuk menyiasatinya, dr. Andi menyarankan untuk konsumsi makanan yang kaya gizi tapi rendah kalori sebelum olahraga, seperti sayur dan buah, supaya tidak kelaparan. 

Kenali Obesitas dan Cara Cegahnya dengan Olahraga

Beberapa hal menarik menjadi pertanyaan dari para audiens yang tertarik berdiskusi soal obesitas ini, seperti:

Kenapa penderita obesitas sering merasa kelelahan kalau olahraga?

Menurut dr. Andi, kalau kita jarang berolahraga dan tiba-tiba mengikuti olahraga yang high-impact atau temponya tinggi, rasanya akan wajar kita merasa cepat lelah. “Solusinya adalah kita harus bisa atur diri kita. Kalau instruktur bergerak cepat, kita bisa juga menggunakan gerakan lambat.

“Tubuh kita ini harus adaptasi. Mungkin hari ini bisa ikut kelas 15 menit saja, besok baru ditambah sedikit-sedikit,” jelas dr. Andi. “Kalau tubuh kita terbiasa, itu artinya level kebugaran kita meningkat,” terangnya.

Otot yang kuat bisa bakar lemak, betulkah?

Pada prinsipnya ini tidak salah. Menurut dr. Andi, penelitian membuktikan bahwa mereka yang olahraga kardio ditambah latihan penguatan otot akan lebih banyak membakar lemak daripada mereka yang hanya latihan kardio saja. 

“Ini karena saat kita latihan beban maka massa otot akan meningkat dan membakar lemak dalam tubuh,” terang dr. Andi.

Massa otot yang meningkat bisa membakar lemak (Foto: Xframe)

Benarkah sauna bisa membakar lemak?

Sebenarnya ini adalah mitos dan tak hanya terjadi pada soal sauna saja, tetapi juga misalnya penggunaan jaket untuk olahraga agar lebih cepat membakar lemak. Menurut dr. Andi saat kita olahraga maka panas tubuh akan meningkat karena terjadi kontraksi pada otot. 

Penggunaan jaket dan sauna berlama-lama sebetulnya hanya akan membuat cairan tubuh keluar lebih banyak dan sama sekali bukan menghancurkan lemak. “Ini justru bisa memicu dehidrasi lebih cepat,” jelasnya.

“Memang mungkin terjadi penurunan berat badan sedikit. Tapi itu karena cairan banyak terbuang, bukan karena lemak yang terbakar,” tambah dr. Andi.

Olahraga apa yang bisa membuat cepat kurus?

Secara tegas dr. Andi menjelaskan bahwa tidak ada jenis olahraga tertentu yang membuat orang lebih cepat kurus. “Yang instan seperti itu justru tidak bagus karena menurunkan berat badan itu sebuah proses dan tubuh juga butuh beradaptasi,” terangnya. “Idealnya dalam sebulan itu berat badan turun 2 kilogram hingga 4 kilogram,” tambahnya. Penurunan berat badan yang drastis justru akan berbahaya bagi kesehatan tubuh.

Apakah yoga termasuk olahraga yang baik buat obesitas?

Dalam yoga ada gerakan stretching dan penguatan otot. Artinya, ada kalori yang dibakar, namun akan lebih baik kalau ditambah dengan beberapa olahraga lain, seperti berenang dan naik sepeda agar kalori yang dibakar bisa lebih banyak.

Olahraga apa yang sesuai buat penderita obesitas dan osteoarthritis (radang sendi)?

Tentu ini menjadi dilema karena radang sendi mengganggu gerakan olahraga. Namun dr. Andi menyarankan untuk jenis olahraga low-impact seperti berjalan dalam air yang tidak terlalu membebani sendi. Bisa juga dengan menggerakkan tangan sambil duduk.

“Tapi jangan lupa untuk juga melatih otot di sekitar sendi agar peradangan bisa sembuh dan bisa olahraga normal,” jelas dr. Andi. “Jadi jangan karena radang terus tidak olahraga,” tambahnya.

Bagaimana mengatur pola makan dan olahraga untuk obesitas penderita diabetes?

Yang perlu diperhatikan adalah kita harus atur kapan waktu minum obat dan kapan olahraga. Ini karena obat yang diminum berakibat turunnya kadar gula darah. Bila dilakukan bersamaan dengan olahraga dikhawatirkan akan terjadi hipoglikemik (turunnya kadar gula darah secara drastis). 

Selain itu harus diketahui juga berapa lama efek dari obat tersebut karena ini penting untuk mengatur waktu olahraga yang tepat.

diabetes
Penderita diabetes harus tahu waktu minum obat, makan dan olahraga agar efek obat tidak mengganggu (Foto: Xframe)

Bagaimana perhitungan protein yang sesuai untuk olahraga?

Protein sangat penting untuk peningkatan massa otot. Kebutuhan protein bisa dihitung dengan patokan 1.5 gram hingga 2.2 gram per kilogram berat badan. Namun menurut dr. Andi ini adalah hitungan rata-rata dan pada dasarnya setiap individu punya kebutuhan yang berbeda-beda meskipun tidak terlalu signifikan.

Apa indikator bahwa olahraga sudah dilakukan sesuai kebutuhan?

Banyak yang menggunakan banyaknya keringat sebagai indikator bahwa olahraga yang dilakukan sudah benar dan sesuai kebutuhan. Padahal menurut dr. Andi ini hanyalah mitos karena laju keringat per orang berbeda-beda. 

“Ada yang olahraga sebentar sudah berkeringat banyak dan ada juga yang olahraga banyak tapi keringat sedikit,” terang dr. Andi.

Sebagai gambaran sederhana, dr. Andi menjelaskan bahwa olahraga terbagi menjadi intensitas rendah, sedang dan tinggi. Intensitas rendah adalah dimana setelah olahraga kita masih bisa mengobrol dan bernyanyi dengan baik. Intensitas sedang adalah kita masih bisa mengobrol namun tak mampu lagi bernyanyi. Sedangkan intensitas tinggi adalah kita tidak bisa mengobrol dan bernyanyi.

Disarankan olahraga intensitas sedang, dimana kita masih bisa mengobrol namun sulit untuk bernyanyi (Foto: Xframe)

Disarankan untuk olahraga dengan intensitas sedang saja. Intensitas tinggi sebetulnya diperuntukkan buat para atlet yang membutuhkan latihan fisik lebih keras.

Nah, kalau kamu penasaran dengan diskusi ini secara lengkap, kamu bisa mengakses akun Instagram @_goodilfeid_ untuk menyaksikannya.