Seperti Medsos, Apakah Dunia Nyatamu Juga Dikuasai Algoritma?

teknologi

Dalam era digital saat ini, algoritma konten memainkan peran penting dalam menentukan apa yang kamu lihat di media sosial, platform streaming, dan situs berita.

Algoritma ini dirancang untuk menyajikan konten yang relevan berdasarkan preferensi dan kebiasaan online kamu. Namun, meski terlihat memudahkan, algoritma ini juga memiliki dampak signifikan terhadap pola pikir dan kesehatan mental.

Algoritma bekerja dengan cara mempelajari perilaku online kamu—seperti video yang kamu tonton, artikel yang kamu baca, dan konten yang kamu sukai atau komentari. Berdasarkan data ini, algoritma kemudian menyusun feed yang dipersonalisasi, bertujuan untuk membuat kamu tetap terlibat dan menghabiskan lebih banyak waktu di platform tersebut. Namun, ada konsekuensi dari personalisasi ini, yaitu terciptanya “filter bubble,” di mana kamu hanya disuguhkan konten yang sesuai dengan pandanganmu sendiri, tanpa terpapar perspektif yang berbeda.

Sponsored Links

Bahayanya Filter Bubble

Menurut sebuah artikel di The New York Times, “filter bubble” ini dapat memperkuat bias yang sudah ada dan membuat pengguna lebih terpolarisasi. Ini berbahaya karena dapat membuat pola pikir menjadi lebih sempit, sulit menerima ide baru, dan bahkan memperburuk konflik sosial . Dampak ini sangat jelas terlihat di media sosial, di mana algoritma cenderung memprioritaskan konten yang memicu emosi kuat seperti kemarahan atau ketakutan, yang dapat menciptakan lingkungan online yang lebih toksik dan memengaruhi kesehatan mental.

Filter bubble bisa membuat seseorang semakin terkurung pada opini tertentu dan tidak bisa menerima ide berbeda (Foto: pexels)

Di Indonesia, media seperti Kompas juga menyoroti dampak negatif algoritma terhadap kesehatan mental, terutama dalam menciptakan kecemasan dan stres. Misalnya, pengguna yang sering melihat konten terkait kesedihan atau kecemasan mungkin akan terus-menerus disuguhkan konten serupa oleh algoritma, memperburuk kondisi emosional mereka . Algoritma yang dirancang untuk mengejar engagement sering kali mengabaikan dampak psikologis dari konten yang disajikan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan.

Opini lain yang menarik datang dari Psychology Today, yang menyatakan bahwa “penggunaan media sosial yang dipengaruhi oleh algoritma dapat memperburuk perasaan isolasi sosial.” Ini terjadi karena algoritma cenderung menyarankan konten yang sejalan dengan perilaku online kamu, sehingga kamu mungkin merasa lebih terhubung dengan dunia maya daripada dunia nyata . Hal ini bisa mengakibatkan rasa kesepian yang lebih dalam dan menurunkan kualitas interaksi sosial yang sebenarnya.

Untuk mengatasi dampak negatif ini, penting bagi kamu untuk lebih sadar terhadap konten yang dikonsumsi dan tidak sepenuhnya bergantung pada algoritma. Kamu bisa memulai dengan membatasi penggunaan media sosial, mengikuti akun atau sumber berita yang beragam, dan aktif mencari informasi dari berbagai perspektif. Selain itu, penting juga untuk meluangkan waktu untuk aktivitas offline yang dapat meningkatkan kesehatan mental, seperti berolahraga, meditasi, atau menghabiskan waktu dengan keluarga dan teman.

Kesimpulannya, meski algoritma konten dapat membuat pengalaman digital kamu lebih menarik dan relevan, ada sisi gelap yang perlu diwaspadai. Dengan kesadaran dan tindakan proaktif, kamu dapat melindungi pola pikir dan kesehatan mental di tengah derasnya arus informasi yang dikendalikan oleh algoritma.

Visited 16 times, 1 visit(s) today