Rumah Batik Palbatu, Bikin Makin Jatuh Cinta Sama Batik

rumah batik palbatu

Hari Batik Nasional diperingati setiap 2 Oktober, dimana banyak instansi pemerintah maupun kantor swasta yang mewajibkan karyawannya mengenakan batik. Tapi sampai sejauh mana sebenarnya pemahaman dan rasa bangga kita soal batik? Budi Harry, founder dari Rumah Batik Palbatu membagikan pencerahannya seputar batik.

Pemahaman soal batik adalah tantangan besar yang harus dilakukan saat ini. “Kalau kita bicara soal batik itu artinya kita bicara soal prosesnya, bukan dalam bentuk kain atau baju yang sudah jadi,” terang Harry saat berbincang pada Goodlife.

Pengertian batik, menurut Harry adalah rangkaian proses yang menggunakan peralatan membatik, seperti canting dan lain-lain. “Kain yang motifnya dibuat dengan canting tulis atau canting cap itulah yang disebut batik. Kalau yang dibuat dengan print itu namanya kain bermotif batik. Begitu juga baju-baju bermotif batik yang dibuat dengan cara print. Itu bukan batik,” tegas Harry.

Dengan adanya Hari Batik Nasional yang ditetapkan pada 2 Oktober, Harry juga sangat senang karena saat ini banyak orang yang mulai suka dengan batik dan ingin belajar lebih banyak. “Tapi euforia pakai batik ini jangan hanya pada Hari Batik Nasional saja,” terangnya.

rumah batik palbatu
Batik dilihat dari rangkaian prosesnya dan bukan dari hasil jadinya. (Foto: Dok. Budi Harry)

Hari nasional untuk batik sudah ditetapkan, motif batik juga kian berkembang dengan inovasi desain yang lebih kekinian. Tapi, apakah itu cukup untuk membuat masyarakat benar-benar mencintai dan bangga memakai batik? Bagaimana caranya untuk lebih mengenal dan mencintai batik?

Kenal Batik Lebih Dekat

Dengan latar belakangnya sebagai seorang desainer, Harry mulai fokus untuk menggeluti seni batik pada 2011. Saat itu ia melihat bahwa batik adalah sebuah warisan budaya yang sangat indah dan harus dilestarikan. Sayangnya, masih banyak orang yang salah paham soal batik. 

“Target saya adalah anak-anak muda. Saya ingin sampaikan pada mereka kalau batik itu juga keren untuk dipakai,” tegasnya.

Menurut Harry, banyak orang terutama anak muda yang menganggap batik adalah sesuatu yang old fashion dan tidak menarik. Itu sebabnya pada 2013 ia resmi mendirikan Rumah Batik Palbatu yang berada di Jalan Palbatu VI, Tebet, Jakarta Selatan. Tujuannya adalah untuk memberdayakan masyarakat sekitar dengan membatik dan menghidupkan kampung batik di Jakarta. 

Di Rumah Batik Palbatu, Harry dan teman-temannya sesama pecinta batik tak hanya menjual batik, tapi juga rutin menggelar workshop yang terbuka untuk publik. Harry menjelaskan bahwa ia juga tidak ingin mempersulit dan membatasi publik yang mau belajar batik.

rumah batik pabaltu
Kegiatan workshop di Rumah Batik Palbatu (Foto: Dok. Budi Harry)

“Ingin datang belajar batik ke sini syaratnya mudah saja, cuma datang dan niat untuk belajar batik,” tegasnya. Rumah Batik Palbatu terbuka untuk siapa saja yang ingin tahu lebih banyak soal batik. “Tidak harus rombongan, 1 orang juga kami layani dan ini terbuka setiap hari,” jelas Harry.

PPKM memang awalnya sempat membuat Rumah Batik Palbatu sepi pengunjung. Namun kini kondisi sudah mulai berangsur pulih dan pengunjung yang datang juga wajib menjalankan protokol kesehatan, salah satunya tetap memakai masker selama berada di lokasi.

Rumah Batik Palbatu juga terbuka untuk bekerjasama dengan siapa saja, termasuk dengan pihak dari luar negeri. “Beberapa pengunjung kami juga datang dari Australia, Jepang dan Italia,” terang Harry. Bahkan Kedutaan Besar Australia di Jakarta juga pernah mengikuti workshop membatik di Rumah Batik Palbatu.

Saat ini Rumah Batik Palbatu juga tergabung dalam Asosiasi Pengusaha dan Pengrajin Batik Indonesia serta Yayasan Batik Indonesia. “Kami juga ada kerjasama dengan komunitas anak muda Swara Gembira, mereka ingin bikin video tentang batik,” terang Harry. “Ini menyenangkan sekali karena mereka ini anak-anak muda yang punya antusias terhadap batik,” tambahnya.

Selain di Jakarta, Harry juga mengajarkan batik di daerah Kendal, Jawa Tengah dengan membangun komunitas batik bernama Swargaloka, dimana ia memfokuskan pada anak-anak muda untuk tertarik menjadi pembatik, terutama pria. “Pembatik itu identik dengan perempuan. Kami ingin ada juga pria yang pandai membatik jadi tidak terkesan pembatik itu harus perempuan,” terangnya.

rumah batik palbatu
Anak-anak muda yang sudah mulai tertarik dengan batik. (Foto: Dok. Budi Harry)

Batik Ketinggalan Zaman?

Batik tak membatasi kreativitas. Harry memahami keinginan anak muda yang juga ingin sesuatu yang berbeda. Itu sebabnya ia juga membuat batik pada t-shirt dengan gaya minimalis, yaitu hanya membuat pola pada bagian-bagian tertentu saja. Jadi sepintas tampak seperti kaos polos biasa.

“Prosesnya tetap menggunakan proses membatik, jadi ini juga disebut batik,” terangnya. Dengan rancangan ini, Harry ingin menunjukkan bahwa batik itu bisa beradaptasi dengan zaman modern saat ini dan bisa dipakai juga untuk bergaya.

Tak hanya untuk pakaian, Harry juga merancang beberapa motif yang bisa digunakan untuk dekorasi rumah. “Ada lukisan yang dibuat dengan proses membatik tapi menggunakan cat air, jadi warnanya bisa degradasi,” terang Harry. Menurutnya membuat batik sebagai salah satu dekorasi rumah juga adalah cara agar anak muda sekarang tertarik dan senang dengan batik.

batik palbatu
Berbagai motif cetakan untuk batik cap. (Foto: Dok. Budi Harry)

“Batik itu bisa dikreasikan jadi bermacam-macam,” terang Harry. Ia juga berkreasi menciptakan cap batik dengan berbagai macam bahan, seperti kayu dan bahkan kertas. “Cap batik dari kertas ini bisa dibuat asalkan motifnya sederhana. Dan di sini juga saya bisa ajarkan bagaimana cara membuatnya,” kata Harry. Menurutnya, cap batik tidak hanya untuk membuat batik saja, tapi juga bisa digunakan sebagai hiasan di rumah.

Batik tak sekadar pakaian dan ada banyak cara untuk merayakan Hari Batik Nasional, seperti dengan belajar mengenal dan memahami batik. Karena dengan begitu memakai batik tak hanya akan menjadi euforia sesaat saja, namun menjadi kebanggaan yang bisa digunakan setiap hari.