Menjalani masa isolasi mandiri (isoman) sebagai dampak dari terinfeksi virus Covid-19 tak bisa disepelekan. Meskipun misalnya hanya mengalami gejala ringan saja, tetap ada hal yang harus diperhatikan agar masa isoman cepat selesai dan kembali pulih seperti semula. Salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah menjaga pola makan.
Menurut Kezia Natasha, Spv. Asuhan Gizi Rumah Sakit St. Carolus Jakarta, sebetulnya pola makan yang dianjurkan untuk pasien yang menjalani isoman adalah kembali pada pola makan gizi seimbang. Prinsip ini juga berdasarkan pedoman makan dari Kementerian Kesehatan, yaitu “Piring Makanku”. Sebuah pedoman yang digunakan untuk acuan porsi makanan agar kebutuhan nutrisi tercukupi dengan baik.
Pada prinsipnya, pola makan ini membagi piring makan menjadi 2 bagian, yaitu:
- Bagian pertama diisi dengan ⅔ makanan pokok (nasi) dan ⅓ lauk pauk (daging dan kacang-kacangan).
- Bagian kedua diisi dengan ⅔ sayuran dan ⅓ buah-buahan.
Tidak sulit memang, tapi pola makan dengan gizi seimbang memang kadang diabaikan sehingga ketika kondisi badan sedang tidak sehat, kita jadi mengandalkan obat dan multivitamin.
Nutrisi untuk Menjalani Isoman
Selain pola makan dengan nutrisi yang seimbang tersebut, Kezia juga menekankan pentingnya mengkonsumsi protein bagi pasien yang sedang menjalani isoman.
“Protein ini adalah sumber zat gizi makro yang perannya bisa untuk meningkatkan imun dan membantu tubuh untuk optimalkan jaringan yang rusak karena terpapar virus,” terang Kezia saat berbincang dengan Goodlife.
Kezia juga menyarankan untuk tidak banyak mengkonsumsi makanan berlemak tinggi dan garam, atau makanan gorengan karena bisa mengganggu pasien yang juga mengalami gejala batuk. Makanan yang digoreng juga akan mengakibatkan lemak yang tinggi dan saat dimakan akan membuat metabolisme pada tubuh menjadi berat. “Ini tidak baik, karena tubuh sedang berperang melawan virus,” jelas Kezia.
Sementara bila kondisi temperatur tubuh mengalami gejala demam, konsumsi makanan juga harus disesuaikan.
“Dikatakan demam bila suhu tubuh mencapai diatas 37.5 derajat celcius,” terang Kezia. “Setiap ada kenaikan 1 derajat celcius asupan kalori ditambahkan sebanyak 13% dari total kebutuhan energi,” lanjutnya.
Contohnya adalah: Angka Kebutuhan Gizi (AKG) untuk energi adalah 2.200 kilo kalori pada setiap orang. Jadi bila terjadi kenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius dibutuhkan asupan kalori sebanyak 13% dari 2.200 kilo kalori yaitu 286 kilo kalori. “Gambaran sederhananya, ini sama dengan 2 kali menambah lauk-pauk,” terang Kezia. “Tapi pastikan makanannya harus rendah lemak,” tambahnya.
Untuk sayuran, Kezia menyarankan untuk konsumsi sayuran yang matang namun jangan dimasak dengan suhu terlalu tinggi agar kandungan nutrisinya tidak rusak. “Sayuran yang mentah berisiko untuk mengandung bakteri dan ini berbahaya pada kondisi tubuh yang sedang terpapar Covid-19,” jelasnya.
Tak hanya sayuran, makanan berbasis hewani seperti daging juga disarankan untuk dimasak hingga benar-benar matang untuk menghindari masuknya bakteri ke dalam tubuh. “Termasuk makan telur yang sebaiknya konsumsi telur yang benar-benar matang saja,” lanjut Kezia.
Untuk buah-buahan, Kezia menyarankan untuk dicuci dengan air mengalir dan sabun yang aman untuk mencuci buah dan sayuran. “Jangan lupa untuk cuci tangan dulu sebelum mencuci buah dengan air mengalir,” tegas Kezia.
Vitamin yang Dibutuhkan
Maraknya pembelian multivitamin dalam jumlah banyak selama masa PPKM Mikro Darurat sering membuat para pasien isoman merasa kesulitan untuk mendapatkan kebutuhan vitamin sebagai asupan harian, terutama vitamin C dan D.
Sebetulnya, asupan vitamin tersebut bisa didapat dari makanan sehari-hari selama menjalani isoman. Namun, mengkonsumsi multivitamin juga tidak salah, asalkan tetap dikonsumsi pada batas yang wajar dan tidak berlebihan.
“Vitamin C, misalnya, kebutuhan maksimal dalam 1 hari itu kurang dari 3.000 miligram,” kata Kezia. “Jadi kalau mau konsumsi vitamin 1.000 miligram itu masih wajar dan nanti sisanya didapat dari asupan makanan,” lanjutnya.
Vitamin D bisa didapat dari berjemur di sinar matahari. Vitamin D sebetulnya sudah ada dalam hormon di tubuh kita, namun kita membutuhkan sinar matahari untuk proses pembentukan vitamin D tersebut. Selain pada sinar matahari, vitamin D juga banyak terdapat pada makanan, seperti kuning telur, hati sapi, margarin, susu dan yogurt.
Susu Sebagai Penyembuh Covid-19?
Asupan protein memang dibutuhkan untuk membantu terbentuknya imun yang lebih baik pada tubuh. Namun fenomena panic buying terhadap produk susu justru menjadi masalah baru.
“Memang minum susu itu baik, tapi ada susu yang justru kandungan lemaknya tinggi. Ini bahaya buat yang memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi, obesitas dan kolesterol,” terang Kezia.
Untuk konsumsi susu sapi sebetulnya tak ada patokan yang pasti berapa kali dalam sehari sebaiknya minum susu. Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa susu itu merupakan asupan pendamping, jadi dalam sehari kira-kira bisa dikonsumsi 2 kali masing-masing sebanyak 200 hingga 250 cc.
Mengenai anggapan yang menyebutkan bahwa susu sapi bisa berfungsi untuk membersihkan paru-paru atau sebagai penyembuh Covid-19, Kezia menegaskan bahwa sebetulnya susu sapi memiliki kandungan vitamin A, vitamin D dan vitamin E serta antioksidan yang semuanya berguna untuk mendukung kesehatan paru-paru.
“Kandungan tersebut ibaratnya benteng buat paru-paru. Jadi bukan untuk membersihkan paru-paru, karena susu sapi tidak punya fungsi untuk membersihkan paru-paru,” tegas Kezia.
Begitu banyaknya informasi yang menjelaskan tentang keampuhan suatu makanan atau minuman untuk menyembuhkan orang yang terkena Covid-19 kadang justru jadi membingungkan.
Untuk itu Kezia juga mengingatkan bahwa segala makanan yang dianjurkan selama masa isoman itu bertujuan untuk mendukung terbentuknya imun pada tubuh dan bukan merupakan obat Covid-19 secara langsung. Jadi, sebaiknya tidak langsung percaya pada informasi yang kurang jelas dan tetap menjalankan pola makan dengan gizi yang seimbang setiap hari.