Jangan Lengah, Varian dan Mutasi Covid-19 Masih Tetap Mengancam

varian covid

Sudah satu tahun pandemi Covid-19 berlangsung. Selain dunia kesehatan yang terus berkembang untuk menangani penyebaran virus, masyarakat juga kini sudah lebih beradaptasi dengan kondisi yang serba terbatas akibat pandemi. Namun, ada hal yang kadang diabaikan, yaitu perkembangan varian baru dan mutasi dari virus itu sendiri.

Menurut dr. Galuh Chandra Kirana Sugianto, SpPD, Spesialis Penyakit Dalam Rumah Sakit St. Carolus Jakarta, sebenarnya virus Covid-19 sudah banyak variannya di beberapa negara. Namun saat ini hanya ada 3 varian utama, yaitu:

  • Virus B117 yang ditemukan di Inggris
  • Virus B1351 yang ditemukan di Afrika Selatan
  • Virus P1 yang ditemukan di Brasil

Saat ini varian virus P1 memang belum meluas, namun untuk virus B117 dan B1351 sudah meluas. “Yang sudah ditemukan di Indonesia itu varian virus B117 dan jumlahnya memang masih sedikit,” terang dr. Galuh saat berbincang dengan Goodlife.

IG live talks 16 Feb 2021
dr. Galuh Chandra Kirana Sugianto, SpPD. (Foto: RS St Carolus Jakarta)

Varian yang Bermutasi

Dibandingkan dengan Covid-19, menurut dr. Galuh belum ditemukan bahwa virus B117 manifestasinya lebih berat. “Lebih parah atau tidaknya tergantung dari kondisi pasien tersebut, seperti usianya dan punya penyakit bawaan atau tidak,” terang dr. Galuh.

Namun dalam penjelasannya, dr. Galuh justru menekankan bahayanya mutasi dari virus varian B117, yaitu E484K. “Jadi varian B117 ini ternyata bermutasi menjadi E484K dan bahayanya adalah bisa mengelabui antibodi,” tegas dr. Galuh.

Mengelabui antibodi jelas berbahaya, karena dengan antibodi yang sudah terbentuk, virus mutasi E484K tetap bisa menginfeksi pasien. “Ini berlaku juga untuk antibodi yang terbentuk secara alami maupun yang melalui vaksin,” tambah dr. Galuh.

E484K sendiri menurut dr. Galuh memang lebih cepat penularannya dan lebih berbahaya infeksinya. Tentu saja ini harus diwaspadai karena mutasi virus ini kabarnya juga sudah mulai masuk Indonesia.

Susahnya Mendeteksi Mutasi Virus

Yang menjadi masalah menurut dr. Galuh adalah bahwa tes antigen dan PCR yang selama ini dilakukan ternyata tidak bisa mendeteksi mutasi virus E484K. Untuk mendeteksinya, diperlukan tes genetik dan di Indonesia tidak semua pasien dirujuk untuk melakukan tes ini dikarenakan peralatannya yang masih terbatas dan biayanya yang mahal.

“PCR hanya bisa mendeteksi virus Covid-19 secara general tapi tidak bisa mengetahui jenis variannya,” terang dr. Galuh.

vaksin covid-19
(Foto: Pixabay)

Berbeda dengan kondisi di negara lain, varian baru dan mutasi Covid-19 sudah bisa dikenali berkat peralatan yang lebih baik. “Di Eropa, contohnya sekarang pandemi sudah masuk ke third wave. Sementara di Indonesia ini masih mengatasi yang first wave,” kata dr. Galuh. “Itu sebabnya sebaiknya kita jangan tenang-tenang dulu karena masih ada ancaman berikutnya,” tambahnya.

Meskipun sudah berkembang menjadi beberapa varian, menurut dr. Galuh saat ini vaksinasi yang dilakukan masih cukup ampuh untuk meredakan penyebaran Covid-19. Namun sayangnya untuk mutasi virus seperti E484K, vaksin yang ada sekarang belum bisa mengatasinya.

Kondisi ini juga membuat dr. Galuh kembali menegaskan untuk selalu mematuhi dan menjalankan protokol kesehatan. “Salah paham yang sekarang terjadi adalah kalau sudah vaksin artinya kita kebal. Padahal vaksin itu hanya untuk mencegah agar kondisi kita tidak menjadi parah kalau terinfeksi Covid-19. Jadi bukan kebal sepenuhnya,” terang dr. Galuh.

Vaksin yang sekarang digunakan, seperti Sinovac misalnya, hanya memberikan kekebalan hingga 60% saja dan artinya masih ada kemungkinan 40% kita terinfeksi. Cara pencegahan yang paling baik menurut dr. Galuh adalah tetap konsisten menjalankan dan mematuhi protokol kesehatan.

Saat ini Rumah Sakit St. Carolus Jakarta juga konsisten memberikan edukasi pada pasien yang berobat tentang bahayanya varian dan mutasi dari virus Covid-19.