Kanker payudara sampai saat ini masih menjadi salah satu ancaman besar bagi kaum wanita di dunia termasuk Indonesia. Itu sebabnya pada World Cancer Day yang jatuh pada 4 februari 2021 lalu, Goodlife mengadakan sesi IG Live Talk bertema “Kenali Ciri-Ciri Kanker Payudara” bersama dr. Dewa Gede Subawa, SpB(K)Onk, Spesialis Bedah Onkologi Rumah Sakit St. Carolus Jakarta.
Mengenal Kanker Payudara
Menurut dr. Dewa, banyak orang sampai saat ini masih belum memahami apa itu kanker dan bedanya dengan tumor. “Setiap benjolan yang tidak normal pada tubuh itu disebut tumor,” terang dr. Dewa membuka sesi IG Live Talk. Tumor sendiri terbagi menjadi 2, yaitu tumor jinak dan ganas. Tumor ganas inilah yang kemudian disebut dengan kanker.
Dibanding dengan jenis kanker yang lain, kanker payudara juga tercatat sebagai yang tertinggi penderitanya dan penyebabnya pun sampai sekarang juga belum diketahui. Tapi yang jelas ada hal-hal lain yang berkaitan dengan faktor risiko sebagai penyebab terjadinya kanker, seperti: hamil pertama di usia tua, menstruasi di usia yang terlalu dini atau menopause di usia yang lebih tua, faktor genetik, paparan radiasi dan gaya hidup yang gak sehat.
Deteksi Kanker Payudara Sejak Dini
Cara sederhana untuk menanggulangi kanker payudara adalah dengan deteksi dini. Cara ini juga dikenal dengan sebutan SADARI (Periksa Payudara Sendiri) dan cukup mudah dilakukan secara mandiri. “SADARI bisa dilakukan setiap bulan, 4 hari setelah menstruasi bersih,” tambahnya.
Lalu, bagaimana cara melakukan SADARI yang benar? “Raba payudara dengan cara angkat tangan kiri, raba dengan tangan kanan, diputar dari luar ke tengah atau dari atas ke bawah sampai seluruh bagian payudara teraba,” terang dr. Dewa.
Cara lain adalah dengan USG, namun cara ini sebaiknya dilakukan untuk pasien yang berusia di bawah 35 tahun karena hasil pemeriksaan akan lebih akurat. Sedangkan mamografi biasanya tidak dilakukan untuk wanita yang berusia di bawah 40 tahun atau belum punya anak, karena metode dari mamografi dikhawatirkan justru akan mengubah bentuk payudara dan memicu terjadinya perubahan sel. “Tapi kalau di bawah usia 40 tahun sudah punya anak, boleh saja mamografi dan sebaiknya satu kali dalam setahun,” kata dr. Dewa.
Untuk wanita berusia 40 hingga 50 tahun dianjurkan untuk melakukan pengecekan dengan mamografi 2 kali dalam setahun. Sedangkan wanita di atas 50 tahun cukup sekali saja dalam setahun.
Makin Takut, Kankernya Makin Ganas
Hal yang paling sering terjadi pada penderita kanker payudara, menurut dr. Dewa adalah ketakutan dan putus asa yang berlebihan. “Kalau sudah terdeteksi kanker payudara biasanya pikirannya langsung terkait dengan kematian. Sebaiknya jangan begitu,” terang dr. Dewa.
Cara terbaik untuk menghadapi kanker payudara menurut dr. Dewa adalah dengan sikap menerima dan mencintai kanker itu sendiri. “Kanker itu kan berasal dari sel tubuh kita sendiri. Jadi cintai saja dan ini terbukti pada pasien-pasien saya para survivor kanker payudara,” terang dr. Dewa.
Bila diibaratkan manusia, menurut dr. Dewa, kanker itu seperti anak kita sendiri. “Kalau anaknya nakal tapi dimarahi terus pasti akan tambah nakal. Tapi kalau kita ajarkan dengan penuh cinta dia bisa jadi baik. Kanker juga begitu!” kata dr. Dewa.
Pertanyaan Seputar Kanker Payudara
Sesi IG Live Talk ini ternyata juga mendapat respon sangat positif karena banyak masalah seputar kanker payudara yang selama ini belum diketahui banyak orang, seperti hal-hal berikut ini:
Penanganan kanker payudara apa saja?
Ada beberapa cara yang digunakan untuk menangani kanker payudara, yaitu:
- Operasi
- Kemoterapi
- Radiasi atau penyinaran
- Terapi hormonal.
- Targeted therapy atau pengobatan sel target
Namun menurut dr. Dewa, jenis penanganan tersebut sangat tergantung pada sel kanker dan kondisi pasien. “Bisa jadi pasien harus menjalani kelima cara tersebut. Tapi bisa juga hanya 1 atau 2 cara penanganan saja,” terang dr. Dewa.
Benarkah wanita menyusui paling berisiko kena kanker payudara?
Tentu saja hal ini tidak benar. Secara fisiologis, fungsi dari payudara adalah memang untuk menyusui bayi. Payudara justru akan berfungsi secara baik bila memang digunakan sesuai fungsinya. Dan justru akan berbahaya bila payudara tidak digunakan untuk menyusui karena akan timbul peradangan dan penyakit. Namun perlu diwaspadai juga bila terjadi trauma.
“Trauma pada payudara contohnya adalah tergigit oleh bayi atau tertekan terlalu keras. Ini akan membuat lecet dan memicu perubahan sel pada puting susu. Inilah yang menyebabkan kanker,” terang dr. Dewa.
Benarkah ukuran payudara pengaruhi risiko kanker?
Tentu saja hal ini tidak benar! “Penderita kanker payudara itu ukuran payudaranya juga bermacam-macam dan tak ada hubungannya dengan risiko kanker,” jelas dr. Dewa.